Tampilkan postingan dengan label oleh Mahmud H huseng. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label oleh Mahmud H huseng. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Juli 2013

LAMURU BUKKANG: BAGANG RAKIT MENGGUNAKAN JERIGEN PLASTIK

BAGANG RAKIT GERIGEN



1. Definisi dan Klasifikasi
   Bagan rakit (raft lift nets) adalah suatu alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara menurunkan jaring ke kolom perairan kemudian diangkat apabila sudah banyak ikan di atasnya, bagian bawah berbentuk rakit sehingga dapat berpindah-pindah ke lokasi yang terdapat banyak ikan. Bagan rakit diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) .Sebelum munculnya Bagang Rakit Jerigen Para Neleyan Bagang menggunakan Rakitan Bambu yang kemudian dimodifikasi lagi menjadi perahu atau kapal, Bagan rakit Model ini pada masanya juga trend abis teman teman, Informasi yang penulis dapatkan dari para Nelayan Bagang Rakit Mereka membuat secara gotong royong artinya salin bantu ketika Bagang ini mau dibangun. Yang kemudiannya lagi di kembangkan menjadi Gerigen atau DrumPlastik.
2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
   Konstruksi bagan rakit biasanya terbuat dari bambu. Masing-masing rakit dibuat dari 32 batang bambu yang dirangkai menjadi empat lapis tersusun dari atas ke bawah, sehingga tiap-tiap lapis terdiri dari delapan bambu. Bambu untuk rakit biasanya berdiameter 10-12 cm dan panjang 8 m. Pada tiap rakit dipasang lima buah tiang bambu keatas, tingginya 2 m berderet dari muka ke belakang. Kedua baris tiang ini saling dihubungkan dengan bambu yang panjangnya 8 m sehingga di atas rakit ini terbentuklah sebuah pelataran.
     Untuk menjaga keseimbangan serta memperkokoh kedua buah rakit ini,maka disisi kiri dan kanan rakit dihubungkan dengan dua buah bambu yang berukuran agak besar atau dapat dilakukan dengan merangkapkan bambu yang menghubungkan kedua rakit tersebut.
     Komponen alat tangkap ikan bagan rakit terdiri dari jaring bagan dan rumah bagan (anjang-anjang). Pada bagan terdapat alat penggulung atau roller yang berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring . Ukuran untuk alat tangkap bagan rakit beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; tinggi = 17 m. di sesuaikan dengan kecil besarnya Ukuran Bagang tersebut. Menurut kelompok kami, parameter utama dari bagan rakit adalah ukuran mata jaring.
3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
     Bagan rakit menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang ditempatkan pada kanan dan kiri bagian bawah rumah bagan sebagai alat apung sekaligus landasan rumah bagan.
3.2 Nelayan
      Nelayan yang mengoperasikan bagan rakit berjumlah 4-6 orang karena adanya spesifikasi kerja, ada yang memindahkan bagan rakit, menggulung dan ada yang bertugas melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.
3.2 Alat Bantu
     Alat bantu yang biasanya digunakan adalah berupa sumber cahaya biasa berupa lampu atau petromak. Karena adanya cahaya dapat menarik perhatian ikan agar berkupul di bawah cahaya lampu. Kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia .
4. Metode Pengoperasian Alat
    Tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan rakit adalah sebagai berikut:
(1) Persiapan menuju fishing ground, persiapan lain yang dianggap penting adalah kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti bahan makanan, air tawar, minyak tanah dan garam.
(2) Pengumpulan ikan, ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Namun ada juga nelayan yang langsung menurunkan jaring setelah lampu dinyalakan.
(3) Setting, setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi pengkapan.
(4) Perendaman jaring (soaking), selama jaring berada di dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar kapal untuk memperkirakan kapan jaring akan diangkat. Lama jaring berada di dalam perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu.
(5) Pengangkatan jaring (lifting), lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada bagian perahu di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring.
(6) Brailing, setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok .
(7) Penyortiran ikan, setelah diangkat ke rumah bagan, dilakukan penyortiran ikan. Penyortiran ini biasanya dilakukan berdasarkan jenis ikan tangkapan, ukuran dan lain-lain. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan.
5. Daerah Pengoperasian
    Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan rakit adalah perairan yang subur, perairan yang tenang, tidak banyak adanya gelombang besar, angin kencang maupun arus yang kuat. Umumnya terdapat di perairan teluk . Seperti Di Teluk Bone Banyak terlihat Bagang Rakit Apung.
6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan bagan rakit umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger sp).
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Rabu, 12 Juni 2013

Jenis dan Gambar Kepiting Bakau

Wacana ini dibuat untuk membantu pembaca blog ini agar bisa bersumbangsih dalam bisnis "kepiting bakau" baik untuk pasaran lokal dan luar negeri.
Dalam blog tentang "KEPITING BAKAU KWALITAS EXPORT" ini, penulis akan memaparkan tentang.
A. Jenis kepiting bakau
B. Cara memilih/mensortir kepiting bakau
C. Cara pengikatan untuk kepiting bakau kwalitas export
D. Cara perawatan kepiting bakau
E. Cara packing/pengepakan
F. Cara pengiriman
G. Pembeli/Buyer kepiting yang bonafit & berkompeten

A. JENIS ATAU MACAM KEPITING BAKAU
Di Indonesia ada 3 tiga jenis warna kepiting bakau yang biasa diperdagangkan

1. KEPITING BAKAU "warna hitam"
jenis ini tergolong yang paling tidak disukai oleh pelaku pasar di Indonesia, karena disamping rasa yang kurang enak juga tingkat kematian yang sangat tinggi, shingga berpengaruh dengan harga jual yang rendah.

2. KEPITING BAKAU "warna merah"
Jenis yang satu ini berada pada tingkat kebutuhan konsumen yang sedang,rasa yang manis juga cukup kuat sehingga sampai pada pasar tujuan lokal/export kematian cukup rendah, hargpuna lumayan bagus jika dibandingkan dengan kepiting hitam, jenis ini banyak kita dapatkan di MAKASAR (Sulawesi selatan).

3.KEPITING BAKAU "warna hijau"
Yang satu ini harga paling yahoot... dari semua jenis kepiting bakau di Indonesia, kita dapat menjumpai kepiting bakau jenis ini jika kita berkunjung di Jawa tengah,kalimatan tengah, Lampung.

B.CARA MEMILIH ATAU SORTIR KEPITING BAKAU
- Untuk kepiting jantan, Pegang dan telantangkan kepiting tekan kupu-kupu bagian tengah, jika keras berarti berisi jika lembek/membal berarti kosong atau kurus.
- Pegang dan angkat timang bobot dengan perasaan kalo berat sesuai besar ukuran kepiting berarti gemuk.
- Untuk betina/petelur, pegang kepiting Congkel bagian belakang, jika anda mencongkel dengan benar maka akan keliatan gumpalan warna merah perhatikan gumpalan tersebut jika memenuhi seluruh bagian cangkang berarti telur penuh,jika masih keliatan ruang kosong berarti tergolong telur "secam" isi 40%.Kwalitas telur yang bagus kelihatan berwarna merah matang,jika warna masih merah muda itu termasuk telur muda / scam.
- Pegang dan telantangkan kepiting bakau tarik kaki pedayungnya jika kepiting melawan dengan keras berarti msih dalam kondisi sehat, juga elus kaki pedayung jika ada getaran semacam tarikan yang kuatdari kepiting bakau itu juga kepiting layak dikirim.
- Perhatikan kaki pejalannya, tidak boleh ada patah kaki lebih dari satu (1) setiap sisinya.
- Capit harus utuh dan tidak besar sebelah.

C. CARA MENGIKAT KEPITING BAKAU KWALITAS EXPORT
- Gunakan tali rafiah, hanya capitnya saja yang diikat sedangkan kaki pejalannya tetap masih bisa bergerak.
- Ini akan penulis jelaskan via telephon.

D. CARA PERAWATAN KEPITING BAKAU
- Siapkan air tawar, masukan air garam sampai salintas 10-12 , blower dan nyalakn airator selama 1jam.. Masukan kepiting dalam keranjang dengan kapasitas max.10kg/kranjang,
- Masukan keranjang yang berisi kepiting dalam bak perawatan, diamkan sampai 10-15 menit terendam dalam air
- Angkat dan keringkan air sampai 4jam dari awal proses packing.

E. CARA PACKING/PENGEPAKAN
- Taburkan copy bubuk didasar sterofom tipis dan merata
- Lapisi korang 2lapis
- Masukan kepiting dalam posisi acak..
-Kepadatan kepiting bisa 34kg/sterofom 75 pendek.
- Kepiting harus tidak bergerak didalam sterefom.

F. CARA PENGIRIMAN KEPITING BAKAU
- Anda bisa menghubungi cargo bandara tempat anda tinggal
- Tanyakan masalah tarif, schedul, dan besar tanggung jawab pihak cargo sejauh mana.


JENIS ATAU MACAM KEPITING BAKAU
Di Indonesia ada 3 tiga jenis warna kepiting bakau yang biasa diperdagangkan
1. KEPITING BAKAU “warna hitam”
jenis ini tergolong yang paling tidak disukai oleh pelaku pasar di Indonesia, karena disamping rasa yang kurang enak juga tingkat kematian yang sangat tinggi, sehingga berpengaruh dengan harga jual yang rendah
2. KEPITING BAKAU “warna merah”
Jenis yang satu ini berada pada tingkat kebutuhan konsumen yang sedang,rasa yang manis juga cukup kuat sehingga sampai pada pasar tujuan lokal/export kematian cukup rendah, hargpuna lumayan bagus jika dibandingkan dengan kepiting hitam, jenis ini banyak kita dapatkan di MAKASAR (Sulawesi selatan).
3.KEPITING BAKAU “warna hijau”
Yang satu ini harga paling yahoot… dari semua jenis kepiting bakau di Indonesia, kita dapat menjumpai kepiting bakau jenis ini jika kita berkunjung di Jawa tengah,kalimatan tengah, Lampung.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Wisata Bawah Laut Taman Terumbu Karan

Daerah perlindungan laut
Dalam upaya mencapai pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan keluarkan Peraturan Menteri nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI). Peraturan ini sebagai penyempurnaan dan mengganti Keputusan Menteri Pertanian No.996/Kpts/IK.210/9/1999 tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan.
Upaya ini adalah merupakan langkah maju dalam menerapkan ketentuan internasional Code of Conduct for Responsible Fisheries, atau Tatanan Pengelolaan Perikanan yang Bertanggungjawab atau Berkelanjutan.
Untuk menyempurnakan manajemen pemanfaatan perairan itulah maka dilakukan penentuan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) di seluruh Indonesia dari 9 WPP menjadi 11 WPP, yakni merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalamanan, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. WPP-RI 713 meliputi perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali.

Salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Bone adalah Tanjung Pallette.  Objek Wisata Tanjung Pallette ini terletak di Kelurahan Pallette Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Merupakan suatu kawasan yang memiliki panorama alam yang sangat indah, yang didukung fasilitas yang memadai. Kawasan ini berhadapan langsung dengan laut Teluk Bone yang berjarak 12 km dari pusat kota Watampone.
Dengan adanya objek wisata Tanjung Pallette bisa dipadukan dengan sumberdaya hayati lainnya agar pengelolaannya lebih menjanjikan.  Salah satu potensi tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi dan ekologisnya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang ini dikaitkan dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar.  Karena keberadaan terumbu karang tersebut sangat penting dalam pengembangan berbagai sektor termasuk sektor pariwisata.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni sampai 17 Juli 2010 di Tanjung Pallette, perairan Pallette di Kelurahan Pallette, Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone, dan Dinas  Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone.
Berdasarkan hasil pengamatan di perairan Tanjung Pallette memiliki beberapa variasi jenis dan berbagai macam bentuk terumbu karang seperti karang bercabang (branching), karang jamur (mushroom), karang otak, karang daun (Foliose), karang meja (tabulate) dan macam-macam bentuk karang lainya. Serta beraneka ragam  biota laut mulai dari ikan konsumsi, ikan hias, serta biota laut lainya.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Definisi Nelayan dan Rotasi Alat Tangkap

PENGERTIAN NELAYAN

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor,  tidak dikategorikan sebagai nelayan (Departemen Kelautan dan Perikanan,2002)
Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Sedangkan nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Subri, 2005)
            Sumberdaya nelayan dicirikan oleh pendidikan dan keterampilan yang rendah, kemampuan manajemen yang terbatas. Taraf hidup penduduk desa pantai yang sebagian besar nelayan sampai saat ini masih rendah, pendapatan tidak menentu (sangat tergantung pada musim ikan), kebanyakan masih memakai peralatan tradisional dan masih sukar menjauhkan diri dari prilaku boros (Sitorus, 1994). 

Definisi Nelayan dan Rotasi Alat Tangkap

Dunia berubah dan begitu cepat, tetapi tidak semua. Peralihan moda produksi manusia dari berburu ke masyarakat agraris bahkan sampai ke masyarakat industri telah terjadi. Namun, zaman modern —bahkan katanya sudah posmodern— masih menyisakan sekelompok pemburu. Perairan luas menjadi rumah bagi mereka dan daratan adalah rantau. Merekalah nelayan, mengarungi sungai, danau dan bahkan samudera untuk memburu ikan dan makhluk air lainnya. Setiap perairan baik sungai, danau maupun laut menjadi lahan perburuan mereka. Tentu saja, yang paling menonjol dan khas adalah perburuan di laut, yang sudah identik dengan nama profesi mereka.
Indonesia —sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan tentu saja dengan wilayah perairan yang jauh lebih luas dari daratannya— tentu mengandung potensi sumberdaya ikan yang sangat besar. Para nelayan menjadikan setiap pesisir atau pulau-pulau kecil yang dekat dengan pemusatan sumberdaya ikan sebagai pangkalan-pangkalan mereka untuk beraksi. Dengan berbagai peralatan memburu ikan, dari yang paling tradisional sampai yang paling modern, mereka memburu ikan ke mana pun ikan itu pergi. Selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri, mereka juga menjadi penjamin ketersediaan ikan sebagai sumber protein hewani untuk konsumsi domestik maupun diekspor ke luar negeri.
Sebelum kemunculan konsep negara modern dengan segala tapal batas laut teritorial sampai zona ekonomi eksklusif (ZEE), nelayan mengarungi samudera sampai mendapatkan tangkapan tidak peduli ke mana pun larinya.  Nelayan Bugis misalnya, entah sudah sejak kapan melayari perairan Samudera Indonesia yang antara lain menjadi wilayah kedaulatan Australia di zaman sekarang ini. Dengan adanya batas politik di lautan, perilaku nelayan pun harus berubah. Kebiasaan zaman dulu tidak bisa diterus-teruskan sampai di zaman sekarang. Negara di mana mereka kini menjadi warganegaranya, Indonesia, gagal memenangkan sejumput air penuh ikan di perairan itu karena konvensi Internasional. Nelayan Bugis tidak lagi bisa mengejar-ngejar buruan sampai ke situ.
Dalam tataran nasional, nelayan pada akhirnya juga menjadi subjek pengaturan hukum nasional. Dahulu mereka cukup menyebut diri mereka sebagai nelayan. Kini, negara membedakan mereka menjadi “Nelayan” dan “Nelayan Kecil,” begitulah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.  “Nelayan” dikatakan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sedangkan, “Nelayan Kecil” adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebuhan hidup sehari-hari. Apa sebenarnya maksud pembagian yang seperti ini? Lagipula, bukankah tujuan “mata pencaharian” adalah “pemenuhan kebutuhan sehari-hari”?

Nelayan Kecil Juga Menjual Hasil Tangkapan
Meski diberi penjelasan, peraturan perundang-undangan di Indonesia biasanya ‘miskin’ penjelasan. Namun, barangkali beginilah masyarakat awam menangkap maksud dari pengertian “nelayan” dan “nelayan kecil”. Nelayan kecil menangkap ikan sebatas untuk konsumsi rumah-tangga, yang berarti memenuhi kebutuhan ikan sehari-hari —walaupun makan ikan tiap hari tentu membosankan. Nelayan, sementara itu, menangkap ikan dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkannya sehari-hari.  Dengan demikian, berarti ia menangkap ikan tidak sebatas untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sendiri, tetapi juga kebutuhan sehari-hari orang lain; dengan kata lain, untuk dijual. Akan tetapi, apakah itu berarti nelayan kecil tidak boleh menjual ikan tangkapannya? Sebaliknya, apakah nelayan tidak boleh memakan ikan tangkapannya? Pertanyaan konyol ini seharusnya tidak usah muncul apabila pengertian konyol di atas tidak ada.
Dalam kondisi di lapangan, khususnya yang dapat diamati di Kepulauan Seribu —gugusan pulau-pulau yang walaupun berada di utara Banten namun masuk dalam wilayah DKI Jakarta— pengertian “Nelayan” dan “Nelayan Kecil” rancu dan tidak sesuai dengan kondisi nyata. Sungguh sulit mencari nelayan kecil yang hasil tangkapannya semata-mata dikonsumsi sendiri. Nelayan Pulau Panggang, misalnya, —salah satu pulau di Kepulauan Seribu sebelah utara— pergi menangkap ikan di sore hari, kemudian pulang dengan tiga atau empat ekor kerapu macan yang satu ekornya bisa mencapai satu kilogram. Mereka kemudian akan menjual ikan tangkapan itu barang tiga ekor kepada tengkulak untuk mendapatkan uang membeli kebutuhan lainnya seperti beras atau minyak goreng, sedangkan sisanya untuk dimakan. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi toh menjual ikannya juga, mungkin, sebagai mata pencahariannya (?!).
Kehidupan nelayan —seperti halnya pemburu; dan nelayan memang pemburu— selalu naik turun. Ikan tangkapan bergantung pada peruntungan, kondisi cuaca dan musim. Kehidupan nelayan tidak selalu bisa dipastikan sebagaimana halnya petani dengan lahan yang pasti tanaman di atasnya yang bisa diprediksi hasilnya. Sumber daya ikan —demikian menurut UU Perikanan— bergerak bebas di perairan laut yang tidak bisa selalu dipastikan keberadaannya. Nelayan begitu tergantung pada musim dan pengetahuan turun-temurun terkait navigasi alam dan tempat yang biasa didatangi ikan. Jenis ikan pasti berbeda di setiap titik sesuai dengan kondisi alam. Hal ini menjadi faktor yang menyebabkan setiap nelayan akan berbeda cara kerjanya dari satu tempat ke tempat lain, dalam satu kondisi musim ke musim yang lain.
Rotasi Alat Tangkap
Kepulauan Seribu Utara memiliki sumberdaya ikan yang cukup beragam. Ikan hias yang variatif sampai ikan-ikan konsumsi yang juga tidak kalah variatif dan cukup diminati pasar tersedia di sana. Ikan-ikan ini pun masing-masing jenisnya memiliki musim-musim tangkap tertentu yang tersendiri, di mana pada saat itu mereka cukup banyak untuk ditangkap. Nelayan membutuhkan cara-cara tersendiri untuk menangkap tiap-tiap jenis ikan ini. Tentu saja perahu menjadi alat yang paling vital untuk melakukan pekerjaan menangkap ikan ini.
Sehari-hari, para nelayan Pulau Panggang terbiasa menggunakan bubu. Pada pagi hari, mereka memasang bubu untuk kemudian diambil pada sore harinya. Ketika akan mengambil bubu sore harinya, para nelayan menyempatkan memancing ikan atau menumbak —sebuah keahlian yang relatif baru dalam menangkap ikan dengan menggunakan tumbak (tombak) untuk menambah hasil tangkapan. Paling tidak satu hari itu, mereka melakukan aktivitas memasang bubu dan memancing atau menumbak.
Setiap nelayan umumnya memiliki perahu kecil dengan ukuran 1,5 sampai 2 meter, dan semuanya sudah menggunakan sekurang-kurangnya motor tempel. Hal ini wajar mengingat motorisasi armada nelayan tradisional ini setidaknya digalakkan pemerintah semenjak tahun 1970-an. Perahu kecil bermotor ini dipergunakan oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu, pancing dan tumbak. Pada musim ikan tongkol, nelayan akan menggunakan pancing dengan umpan bulu ayam. Biasanya, cara ini dilakukan sendiri atau berdua dengan menggunakan perahu-perahu kecil mereka. Jika musim tongkol sudah usai mereka biasanya hanya akan memasang bubu atau menumbak saja. Selain itu, ada juga yang menjadi buruh pada juragan muroami pada musim tersebut.
Nelayan yang memiliki modal cukup besar, biasanya akan menggunakan alat tangkap muroami. Bermodalkan perahu berbobot 3 sampai 5 GT (gros ton), jaring muorami dan kompresor —yang menurut salah seorang pemiliknya dapat menghabiskan hampir seratus juta rupiah, mereka mempekerjakan 15 sampai 25 orang nelayan buruh sebagai awak kapal mereka. Dengan peralatan seadanya, yaitu selang yang dihubungkan dengan kompresor, beberapa awak menjadi penyelam untuk memasang jaring muroami dan menggiring ikan agar memasuki jaring tersebut. Sebagian lagi bertugas untuk menarik jaring yang telah dipenuhi oleh ikan. Satu orang memiliki pos khusus yaitu mengoperasikan kompresor. Untuk memenuhi kebutuhan makan ditempatkan satu orang juru masak untuk seluruh awak. Mereka semua bekerja dalam satu komando dari Panglima Laut yang biasanya menjadi nakhoda kapal tersebut. Pada musim angin kencang, mereka memilih tidak melaut dan kembali melakukan aktivitas seperti biasa —memancing, membubu atau menumbak.
Sistem rotasi alat tangkap ini menjadi suatu konsekuensi tersendiri bagi para nelayan ini. Alam menjadi penantang terberat bagi nelayan dengan modal yang terbatas. Mereka terpaksa menyesuaikan diri dengan alam dengan segala keterbatasannya. Tentunya menjadi sebuah kebingungan tersendiri terhadap pengertian “Nelayan” dan Nelayan Kecil” dalam UU Perikanan. Ketika mata pencaharian terancam, maka semua hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan ikan seadanya. Itupun ada juga yang dijual sekadar menukar dengan beras atau minyak goreng. Karena itu, dari kecenderungan yang muncul, pengertian “Nelayan” dan “Nelayan Kecil” dalam UU Perikanan bersifat temporal. Pemburu memang begitu dinamis kehidupannya. UU Perikanan jelas gagal mengakomodir fenomena rotasi alat tangkap yang inheren dengan mata pencaharian para nelayan
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

PARAWISATA BONE

Kabupaten Bone dengan Ibukota Watampone adalah, salah satu daerah yang berada di pesisir Timur Sulawesi Selatan memiliki posisi strategis dalam perdagangan barang dan jasa di Kawasan Timur Indonesia. Secara administratif terdiri dari 27 Kecamatan, 333 Desa dan 39 Kelurahan. Letaknya 174 km ke arah Timur Kota Makassar berbatas wilayah dengan Kabupaten Wajo dan Soppeng di Utara.
Di sebelah Selatan berbatasan Kabupaten Sinjai dan Gowa, di sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone dan di sebelah Barat berbatasan Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Kota Watampone atau Bone merupakan salah satu kota paling menarik di Sulawesi Selatan. Di kota ini dan kawasan di sekitarnya terdapat sejumlah lokasi wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Wisata budaya dan sejarahnya antara lain rumah adat Bola Soba di Kelurahan Manurungue, Kecamatan Tatene Raittang. Rumah adat Bugis yang terletak di Pusat Kotif Watampone ini bekas istana Panglima Perang Kerajaan Bone Andi Saso Pagiling Putra Mahkota Raja Bone xxxx Lapawawoi Karaeng Sigeri yang dibangun akhir abad ke 19 atau tahun 1890. Keberadaan rumah panggung ini menunjukkan bahwa di masa lalu masyarakat Bone telah menguasai pengetahuan teknik arsitektur dan sipil yang cukup tinggi.
Museum Lapawawoi di pusat kota Watampone menyimpan peninggalan Kerajaan Bone dan benda-benda peninggalan Arung Palakka seperti kering, patung, pakaian kerajaan, baju-baju adat dan foto-foto keturunan Raja-raja Bone.
Bone juga sarat dengan sejarah. Pada awalnya Bone merupakan daerah taklukan Kerajaan Gowa. VOC kemudian bersekutu dengan seorang pangeran Bugis (Bone) bernama Arung Palakka yang hidup dalam pengasingan setelah jatuhnya Bone di bawah kekuasaan Gowa.
Belanda kemudian mensponsori Palakka kembali ke Bone, sekaligus menghidupkan perlawanan masyarakat Bone dan Sopeng untuk melawan kekuasaan Gowa. Setelah berperang selama setahun, Kerajaan Gowa berhasil dikalahkan.
Raja Gowa, Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bungaya yang sangat mengurangi kekuasaan Gowa, dan kemudian Bone di bawah Palakka menjadi penguasa di Sulawesi Selatan. Saat ini, di pusat Kota Bone berdiri patung Arung Palakka.
Untuk kegiatan wisata alam. Bone banyak memiliki gua-gua alam seperti Gua Mampu di Desa Labbeng, sekitar 34 km dan Watampone yang memiliki stalaktit dan stalagmit menyerupai bentuk makhluk sehingga muncul legenda Alleborenge Ri Mampu atau kutukan di Kerajaan Mampu.
Legenda tentang kerajaan yang dikutuk menjadi batu ini disampaikan secara turun-temurun di tengah masyarakat setempat dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta alam.
Ada pula Gua Cempalagi di Desa Mallari yang jaraknya 12 km dan kota itu dan dua gua lainnya yaitu Lagaroang dan gua Jepang. Selain itu sejumlah air terjun juga tersebar di berbagai kecamatan seperti air terjun Ulu Ere dan air terjun Pammusurang di Desa Bontojai, Air terjun Ladenring di Kecamatan Lamutu.
Sementara untuk kegiatan wisata bahari dapat dilakukan di pantai ancue, pantai Tete, pantai pasir putih Bone Lampe dan pantai Ujung Pattiro. Tempat lainnya yang menarik di Kabupaten Bone ini adalah mengunjungi pusat kerajinan tangan rumput Anemi atau pita di Desa Wollangi, kerajinan songkok To Bone di Desa Paccing. Kerajinan perak di Desa Pinceng Pute dan perkampungan suku Bajo yang di Desa Bajoe.
Sejumlah makam menjadi obyek wisata ziarah seperti komplek pemakaman Raja Kalokkoe (Laleng Bata) sekitar 3 km dari kota Watampone dan Makam raja-raja Watang Lamuru di Desa Labalata, kompleks makam Labalata dan Kalokkoe serta makam Lapatau Matanna Tikka di Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana.
Bajoe yang terletak 7 km di sebelah Timur Bone merupakan kota pelabuhan dan penyeberangan menuju ke Kolaka di Sulawesi Tenggara. Wisatawan dapat menyewa perahu jika berminat melihat desa terapung di dekat Bajoe.
Kota Malili dan Kota Soroako berada di bagian Timur Laut Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua kota ini terletak di daerah pegunungan yang memiliki banyak danau. Danau-danau di wilayah ini saling berhubungan melalui banyak sekali sungai-sungai kecil. Kedua kota yang berdekatan ini dikenal sebagai kota pertambangan.

Sumber : Buku Informasi Pariwisata Nusantara Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia  
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Selasa, 11 Juni 2013

KEPITING BAKAU DI KAB.BONE

Wilayah penghasil kepiting di Kabupaten Bone, secara umum berada pada pesisir pantai, diantaranya Kecamatan Cenrana, Cina, Tonra dan Kajuara. Kepiting asal Kabupaten Bone terkenal dengan kualitas dan kelezatannya.
Tapi untuk jenis kepiting bakau, maka sejumlah desa yang berada di Kecamatan Cenrana menjadi ikon sebagai penghasil budidaya kepiting Bakau. Masyarakat yang berada di sebelah Utara dari ibukota Kabupaten Bone, Watampone ini, hampir sebagian besar bekerja sebagai pembudidaya kepiting.  Dia menjelaskan, kepiting bakau asal Cenrana menjadi unggulan lokal dan sudah terkenal tidak di Sulsel saja, tapi mancanegara.
Kepala Seksi Pengembangan Tekhnologi Budidaya Perikanan  Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bone, Sitti Nardi mengatakan, hampir sebagian besar masyarakat yang ada di sejumlah desa di Kecamatan
Cenrana bekerja sebagai pembudidaya kepiting jenis bakau, di samping ada juga yang melakukan penangkapan di muara sungai.  “Masyarakat selain melakukan budidaya kepiting bakau, ada juga yang melakukan penangkapan di muara sungai,”jelasnya.
Sejumlah desa di Kecamatan Cenrana yang masyarakatnya bekerja sebagai pembudidaya kepiting bakau, diantaranya Desa Pallime, Labotto, Cakkeware, Laoni, Pusunge, dan Desa Panyiwi. Hanya saja, diakuinya
dari tahun ke tahun  kepiting bakau di kecamatan cenrana sebagai sentra pembudidaya kepiting tersebut, mengalami penurunan jumlah produksi.
Penurunan produksi kepiting bakau itu, kata Sitti Nardi, karena dipengaharui oleh ulah sejumlah warga yang menebang pohon bakau yang berada diwilayah pesisir sungai yang ada di Kecamatan Cenrana.
Padahal,  kepiting tersebut berkembangbiak di kawasan pohon bakau, bahkan bibitnya diambil dari sejumlah wilayah di pesisir sungai di Kecamatan Cenrana yang ditumbuhi pohon bakau.
Data di DKP Kabupaten Bone untuk jumlah produksi kepiting bakau di daerah ini data perkembangan produksi untuk komoditas kepiting bakau, menunjukkan grafis penurunan produksi yang bersifat fluktuatif. Pada 2004 lalu, jumlah produksi kepiting bakau sebanyak 1,717.1 ton. Pada 2005 sebanyak 1,526.5 ton, 2006 sebanyak 1,510.0 ton. Sedangkan, 2007 sebanyak 1,310.0 ton, serta 2008 sebanyak 1,175.0 ton. Pada 2009 lalu, sebanyak 1, 032.0 ton, 2010 sebanyak 1,180.0 ton, dan 2011 sebanyak 1,393.38 ton.
Kepala Desa Laoni, Nur Lawu, mengatakan, mata pencaharian warga di desanya yaitu bertambak kepiting bakau dan pedagang pengumpul kepiting bakau. Menurutnya, kepiting yang dibudidayakan atau ditambak oleh warganya memiliki kualitas yang sangat disukai oleh pembeli.
Pasalnya, kata dia, kepiting asal Cenrana memiliki ciri khas rasa yang berbeda karena daging kepiting tersebut tidak berbau lumpur jika dimasak.”Itulah yang menjadi ciri khas dan cita rasa dari kepiting
bakau asal Cenrana,”jelasnya.
Hasil budidaya kepiting bakau, itu selain untuk domestik, juga diekspor hingga keluar negeri, terutama di sejumlah negara di Asia, diantaranya  Jepang, China, dan Philipina. “Kepiting bakau asal
Cenrana menjadi unggulan lokal dan sudah terkenal tidak di Sulsel saja, tapi manca negara,”jelasnya.
Sebelumnya, salah satu petugas tekhnis DKP Bone, A Masjuni mengatakan, akibat ulah sejumlah warga yang menebang pohon bakau, sehingga untuk produksi kepiting bakau beberapa tahun belakangan ini, mengalami
penurunan. Padahal bibit kepiting bakau sendiri banyak ditemukan di muara sungai yang memiliki banyak pohon bakau.
Masjuni mengatakan, dalam setahun para pembudidaya kepiting di Cenrana
bisa panen dua kali dalam setahun. Menurutnya, dalam melakukan budidaya kepiting harus melalui sejumlah proses, antara lain, pengeringan lahan penangkaran bibit kepiting, pemberantasan hama, pemberian pupuk pada penangkaran bibit, pemberian air pada penangkaran, dan penebaran bibit kepiting bakau, yang panjang bibitnya 4 sampai 10 centimeter. Budidaya kepiting bakau di tambak
umumnya masih dilakukan secara sederhana tanpa sentuhan teknhologi.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..