Selasa, 11 Juni 2013

KEPITING BAKAU DI KAB.BONE

Wilayah penghasil kepiting di Kabupaten Bone, secara umum berada pada pesisir pantai, diantaranya Kecamatan Cenrana, Cina, Tonra dan Kajuara. Kepiting asal Kabupaten Bone terkenal dengan kualitas dan kelezatannya.
Tapi untuk jenis kepiting bakau, maka sejumlah desa yang berada di Kecamatan Cenrana menjadi ikon sebagai penghasil budidaya kepiting Bakau. Masyarakat yang berada di sebelah Utara dari ibukota Kabupaten Bone, Watampone ini, hampir sebagian besar bekerja sebagai pembudidaya kepiting.  Dia menjelaskan, kepiting bakau asal Cenrana menjadi unggulan lokal dan sudah terkenal tidak di Sulsel saja, tapi mancanegara.
Kepala Seksi Pengembangan Tekhnologi Budidaya Perikanan  Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bone, Sitti Nardi mengatakan, hampir sebagian besar masyarakat yang ada di sejumlah desa di Kecamatan
Cenrana bekerja sebagai pembudidaya kepiting jenis bakau, di samping ada juga yang melakukan penangkapan di muara sungai.  “Masyarakat selain melakukan budidaya kepiting bakau, ada juga yang melakukan penangkapan di muara sungai,”jelasnya.
Sejumlah desa di Kecamatan Cenrana yang masyarakatnya bekerja sebagai pembudidaya kepiting bakau, diantaranya Desa Pallime, Labotto, Cakkeware, Laoni, Pusunge, dan Desa Panyiwi. Hanya saja, diakuinya
dari tahun ke tahun  kepiting bakau di kecamatan cenrana sebagai sentra pembudidaya kepiting tersebut, mengalami penurunan jumlah produksi.
Penurunan produksi kepiting bakau itu, kata Sitti Nardi, karena dipengaharui oleh ulah sejumlah warga yang menebang pohon bakau yang berada diwilayah pesisir sungai yang ada di Kecamatan Cenrana.
Padahal,  kepiting tersebut berkembangbiak di kawasan pohon bakau, bahkan bibitnya diambil dari sejumlah wilayah di pesisir sungai di Kecamatan Cenrana yang ditumbuhi pohon bakau.
Data di DKP Kabupaten Bone untuk jumlah produksi kepiting bakau di daerah ini data perkembangan produksi untuk komoditas kepiting bakau, menunjukkan grafis penurunan produksi yang bersifat fluktuatif. Pada 2004 lalu, jumlah produksi kepiting bakau sebanyak 1,717.1 ton. Pada 2005 sebanyak 1,526.5 ton, 2006 sebanyak 1,510.0 ton. Sedangkan, 2007 sebanyak 1,310.0 ton, serta 2008 sebanyak 1,175.0 ton. Pada 2009 lalu, sebanyak 1, 032.0 ton, 2010 sebanyak 1,180.0 ton, dan 2011 sebanyak 1,393.38 ton.
Kepala Desa Laoni, Nur Lawu, mengatakan, mata pencaharian warga di desanya yaitu bertambak kepiting bakau dan pedagang pengumpul kepiting bakau. Menurutnya, kepiting yang dibudidayakan atau ditambak oleh warganya memiliki kualitas yang sangat disukai oleh pembeli.
Pasalnya, kata dia, kepiting asal Cenrana memiliki ciri khas rasa yang berbeda karena daging kepiting tersebut tidak berbau lumpur jika dimasak.”Itulah yang menjadi ciri khas dan cita rasa dari kepiting
bakau asal Cenrana,”jelasnya.
Hasil budidaya kepiting bakau, itu selain untuk domestik, juga diekspor hingga keluar negeri, terutama di sejumlah negara di Asia, diantaranya  Jepang, China, dan Philipina. “Kepiting bakau asal
Cenrana menjadi unggulan lokal dan sudah terkenal tidak di Sulsel saja, tapi manca negara,”jelasnya.
Sebelumnya, salah satu petugas tekhnis DKP Bone, A Masjuni mengatakan, akibat ulah sejumlah warga yang menebang pohon bakau, sehingga untuk produksi kepiting bakau beberapa tahun belakangan ini, mengalami
penurunan. Padahal bibit kepiting bakau sendiri banyak ditemukan di muara sungai yang memiliki banyak pohon bakau.
Masjuni mengatakan, dalam setahun para pembudidaya kepiting di Cenrana
bisa panen dua kali dalam setahun. Menurutnya, dalam melakukan budidaya kepiting harus melalui sejumlah proses, antara lain, pengeringan lahan penangkaran bibit kepiting, pemberantasan hama, pemberian pupuk pada penangkaran bibit, pemberian air pada penangkaran, dan penebaran bibit kepiting bakau, yang panjang bibitnya 4 sampai 10 centimeter. Budidaya kepiting bakau di tambak
umumnya masih dilakukan secara sederhana tanpa sentuhan teknhologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar