Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan komitmennya untuk mengembangkan rumput laut karena komoditas tersebut akan dapat menyerap hingga sebanyak lebih dari 650 ribu orang pada tahun 2014.

"Sampai dengan akhir tahun 2014, kegiatan usaha budidaya rumput laut yang padat karya, diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 650.188 orang serta tercapainya peningkatan nilai tambah komoditas rumput laut Rp550 miliar dengan nilai produksi sebesar Rp1.063,94 miliar," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut Sharif, hal itu dimungkinkan karena kegiatan budidaya rumput laut dinilai dapat berkembang di kalangan masyarakat pesisir hanya dengan menggunakan teknologi budidaya yang sederhana, modal usaha yang sedikit, dan masa pemeliharaan yang pendek.

Untuk itu, KKP menyatakan komitmennya mewujudkan keberlanjutan usaha budidaya rumput laut agar terus meningkat sesuai dengan peningkatan dari target produksi yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data KKP, produksi rumput laut basah pada 2014 ditargetkan mencapai 1.182.159 ton diatas lahan seluas 19.703 ha. Sedangkan kebutuhan bahan baku bagi industri 118.000 ton.

Karenanya, ujar dia, untuk memacu kegiatan usaha di perikanan budidaya, KKP terus menyalurkan program bantuan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) antara lain sebanyak 3.600 paket untuk 3.600 Kelompok Pembudidaya Ikan yang terdiri atas 40 ribu pembudidaya ikan dengan total anggaran sebesar Rp234 miliar.

Ia juga memaparkan, Provinsi Bali yang dikenal dunia sebagai pusat wisata bertaraf internasional mempunyai potensi yang sangat besar di dalam pengembangan budidaya laut.

Sebelumnya, Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mengatakan, budidaya rumput laut yang terdapat di kawasan Nusa Dua, Bali, terganjal tata ruang sehingga pemerintah diharapkan dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

"Petani pembudidaya rumput laut di Bali meminta pemerintah untuk mengatur penataan kawasan antara kegiatan pariwisata dan aktivitas budidaya rumput laut terutama di daerah Pantai Geger, Nusa Dua," kata Ketua ARLI, Safari Azis, Rabu (26/12).

Menurut Safari Azis, rumput laut pertama kali dibudidayakan di Bali sekitar 30 tahun lalu di Pantai Terora, Nusa Dua.

Namun seiring dengan perkembangan pariwisata, ujar dia, wilayah tersebut tidak lagi kondusif bagi aktivitas budidaya rumput laut sehingga dipindahkan ke Pantai Geger. "Beberapa tahun terakhir ini, perkembangan wisata di Pantai Geger pun semakin gencar mulai dari pembangunan hotel-hotel dan fasilitas wisata lainnya," katanya.

Ia juga mengatakan, hal itu dinilai dapat mengancam kelestarian usaha rumput laut di daerah tersebut. Dari 100 kepala keluarga yang mengembangkan budidaya rumput laut, kini hanya tersisa 30 KK.

Safari menuturkan, para petani rumput laut dilarang oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan aktivitasnya seperti menjemur rumput laut di pinggir pantai dan membongkar tempat penyimpanan rumput laut kering dengan kompensasi Rp2 juta per KK.