Rabu, 12 Juni 2013

Udang Tambak Putih Jenis Kaddoro di Lamurukung

Udang putih (litopenaeus vannamei) ternyata mempunyai potensi yang sangat besar karena selain tahan penyakit dan pertumbuhannya cepat juga peluang pasarnya sangat terbuka lebar,

Tak heran, salah satu jenis udang introduksi itu sangat diminati oleh petambak di daerah Lamurukung Kabupaten Bone

H.Huseng, salah seorang petambak di daerah Lamurukung Kec Tellu Siattinge Kab.Bone , mengatakan, udang putih atau udang vanamei (litopenaeus vannamei) tahan berbagai serangan penyakit. Tidak seperti udang tiger ( Sitto ) yang rawang dengan berbagai penyakit, memeliharanya juga sangat memerlukan ketelitian, tentang pemeriksaan dan penjagaan air sangat ketat , tidak harusmenunggu airnya keruh atau berwarna tapi harus juga memperhatikan cuaca dan keadaan air pasang pada waktu itu apa perlu diberi obat atau hanya putar kincir.

Selain tahan penyakit, katanya, udang putih memiliki keunggulan yakni pertumbuhannya cepat (masa pemeliharaan 100-110 hari), sintasan (tingkat kelulusan hidup) selama pemeliharaan tinggi dan nilai konversi pakan (FCR-nya) rendah (1:1,3), sehingga modal petambak cukup rendah.

Menurutnya, pengembangan udang putih masih bisa dilakukan dengan cara tradisional dengan memanfaatkan lahan tambak yang ada. Selain itu kawasan Pesisir Teluk Bone potensial dikembangkan jenis udang tersebut karena proses pengeringan lahan mudah dilakukan pada saat musim kemarau. 




PT. SAU ( Sulawesi Agro Utama ) yang telah lama membiarkan lahannya, kini para warga disekitar berebut menyewa lahan tersebut sepetak dua bahkan ada yang menyewa sampai sepuluh petak dan mencoba memelihara udang putih yang kini jadi popular dikalangan para petani tambak di desa Lamurukung Kecatan Tellu Siattinge Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.

Sementara itu H.Sufi petambak lain di dusun CeppiE Desa Nagauleng Kecamatan Cenrana  Kab.Bone yang sekaligus juga adalah pengusaha Udang dan Cango-Cango ( Rumput Laut tambak ) mengatakan revitalisasi lahan tambak di Pesisir Teluk Bone terus meningkat. Hal itu diharapkan akan meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi permintaan pasar.

Ia mengharapkan lingkungan di lokasi tambak dapat dijaga kebersihannya dan terhindar dari polusi sehingga budidaya udang akan tetap bisa bertahan.

Jelasnya, potensi pasar untuk udang vanamei masih terbuka, karena sangat diminati oleh konsumen. baik dalam negeri maupun manca negara

Sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa pengusaha asal Lamurukung dan Cenrana ,Mereke selalu membawa langsung ke kawasan industri makassar untuk di export .
Desa Lamuru dimana sebagian lahan tambaknya yang pernah dikelola oleh PT.SAU ( Sulawesi Agro Utama ) milik Ibu TIEN SUHARTO sekitar tahun 1990 hingga 1998 pernah mendapat predikat tertinggi lahan tambak di Indonesia dan hingga sekarang setelah perusahaan tersebut berhenti , kini giliran penduduk setempat yang mengelolahnya namun hanya sebatas kemampuannya, dikarenakan tak memiliki modal besar 

Melalui blog ini jika ada yang berminat menjadi Investor kelahan tersebut anda bisa langsung mengecel TKP yang berada di jalan Pajalele Desa Lamurukung Kecamatan Tellu Siattinge Kabuaten Bone Sulawesi Selatan Indonesia. Karena Lahan tersebut sudah kembali normal sebagaimana telah dibuktikan oleh penduduk setempat yang menyewa lahan tersebut sebanyak Rp.500.000 per enam bulan dan mereka berhasil.

Mahmud H Huseng
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Jenis dan Gambar Kepiting Bakau

Wacana ini dibuat untuk membantu pembaca blog ini agar bisa bersumbangsih dalam bisnis "kepiting bakau" baik untuk pasaran lokal dan luar negeri.
Dalam blog tentang "KEPITING BAKAU KWALITAS EXPORT" ini, penulis akan memaparkan tentang.
A. Jenis kepiting bakau
B. Cara memilih/mensortir kepiting bakau
C. Cara pengikatan untuk kepiting bakau kwalitas export
D. Cara perawatan kepiting bakau
E. Cara packing/pengepakan
F. Cara pengiriman
G. Pembeli/Buyer kepiting yang bonafit & berkompeten

A. JENIS ATAU MACAM KEPITING BAKAU
Di Indonesia ada 3 tiga jenis warna kepiting bakau yang biasa diperdagangkan

1. KEPITING BAKAU "warna hitam"
jenis ini tergolong yang paling tidak disukai oleh pelaku pasar di Indonesia, karena disamping rasa yang kurang enak juga tingkat kematian yang sangat tinggi, shingga berpengaruh dengan harga jual yang rendah.

2. KEPITING BAKAU "warna merah"
Jenis yang satu ini berada pada tingkat kebutuhan konsumen yang sedang,rasa yang manis juga cukup kuat sehingga sampai pada pasar tujuan lokal/export kematian cukup rendah, hargpuna lumayan bagus jika dibandingkan dengan kepiting hitam, jenis ini banyak kita dapatkan di MAKASAR (Sulawesi selatan).

3.KEPITING BAKAU "warna hijau"
Yang satu ini harga paling yahoot... dari semua jenis kepiting bakau di Indonesia, kita dapat menjumpai kepiting bakau jenis ini jika kita berkunjung di Jawa tengah,kalimatan tengah, Lampung.

B.CARA MEMILIH ATAU SORTIR KEPITING BAKAU
- Untuk kepiting jantan, Pegang dan telantangkan kepiting tekan kupu-kupu bagian tengah, jika keras berarti berisi jika lembek/membal berarti kosong atau kurus.
- Pegang dan angkat timang bobot dengan perasaan kalo berat sesuai besar ukuran kepiting berarti gemuk.
- Untuk betina/petelur, pegang kepiting Congkel bagian belakang, jika anda mencongkel dengan benar maka akan keliatan gumpalan warna merah perhatikan gumpalan tersebut jika memenuhi seluruh bagian cangkang berarti telur penuh,jika masih keliatan ruang kosong berarti tergolong telur "secam" isi 40%.Kwalitas telur yang bagus kelihatan berwarna merah matang,jika warna masih merah muda itu termasuk telur muda / scam.
- Pegang dan telantangkan kepiting bakau tarik kaki pedayungnya jika kepiting melawan dengan keras berarti msih dalam kondisi sehat, juga elus kaki pedayung jika ada getaran semacam tarikan yang kuatdari kepiting bakau itu juga kepiting layak dikirim.
- Perhatikan kaki pejalannya, tidak boleh ada patah kaki lebih dari satu (1) setiap sisinya.
- Capit harus utuh dan tidak besar sebelah.

C. CARA MENGIKAT KEPITING BAKAU KWALITAS EXPORT
- Gunakan tali rafiah, hanya capitnya saja yang diikat sedangkan kaki pejalannya tetap masih bisa bergerak.
- Ini akan penulis jelaskan via telephon.

D. CARA PERAWATAN KEPITING BAKAU
- Siapkan air tawar, masukan air garam sampai salintas 10-12 , blower dan nyalakn airator selama 1jam.. Masukan kepiting dalam keranjang dengan kapasitas max.10kg/kranjang,
- Masukan keranjang yang berisi kepiting dalam bak perawatan, diamkan sampai 10-15 menit terendam dalam air
- Angkat dan keringkan air sampai 4jam dari awal proses packing.

E. CARA PACKING/PENGEPAKAN
- Taburkan copy bubuk didasar sterofom tipis dan merata
- Lapisi korang 2lapis
- Masukan kepiting dalam posisi acak..
-Kepadatan kepiting bisa 34kg/sterofom 75 pendek.
- Kepiting harus tidak bergerak didalam sterefom.

F. CARA PENGIRIMAN KEPITING BAKAU
- Anda bisa menghubungi cargo bandara tempat anda tinggal
- Tanyakan masalah tarif, schedul, dan besar tanggung jawab pihak cargo sejauh mana.


JENIS ATAU MACAM KEPITING BAKAU
Di Indonesia ada 3 tiga jenis warna kepiting bakau yang biasa diperdagangkan
1. KEPITING BAKAU “warna hitam”
jenis ini tergolong yang paling tidak disukai oleh pelaku pasar di Indonesia, karena disamping rasa yang kurang enak juga tingkat kematian yang sangat tinggi, sehingga berpengaruh dengan harga jual yang rendah
2. KEPITING BAKAU “warna merah”
Jenis yang satu ini berada pada tingkat kebutuhan konsumen yang sedang,rasa yang manis juga cukup kuat sehingga sampai pada pasar tujuan lokal/export kematian cukup rendah, hargpuna lumayan bagus jika dibandingkan dengan kepiting hitam, jenis ini banyak kita dapatkan di MAKASAR (Sulawesi selatan).
3.KEPITING BAKAU “warna hijau”
Yang satu ini harga paling yahoot… dari semua jenis kepiting bakau di Indonesia, kita dapat menjumpai kepiting bakau jenis ini jika kita berkunjung di Jawa tengah,kalimatan tengah, Lampung.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Rumput Laut Cango Cango


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan komitmennya untuk mengembangkan rumput laut karena komoditas tersebut akan dapat menyerap hingga sebanyak lebih dari 650 ribu orang pada tahun 2014.

"Sampai dengan akhir tahun 2014, kegiatan usaha budidaya rumput laut yang padat karya, diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 650.188 orang serta tercapainya peningkatan nilai tambah komoditas rumput laut Rp550 miliar dengan nilai produksi sebesar Rp1.063,94 miliar," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut Sharif, hal itu dimungkinkan karena kegiatan budidaya rumput laut dinilai dapat berkembang di kalangan masyarakat pesisir hanya dengan menggunakan teknologi budidaya yang sederhana, modal usaha yang sedikit, dan masa pemeliharaan yang pendek.

Untuk itu, KKP menyatakan komitmennya mewujudkan keberlanjutan usaha budidaya rumput laut agar terus meningkat sesuai dengan peningkatan dari target produksi yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data KKP, produksi rumput laut basah pada 2014 ditargetkan mencapai 1.182.159 ton diatas lahan seluas 19.703 ha. Sedangkan kebutuhan bahan baku bagi industri 118.000 ton.

Karenanya, ujar dia, untuk memacu kegiatan usaha di perikanan budidaya, KKP terus menyalurkan program bantuan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) antara lain sebanyak 3.600 paket untuk 3.600 Kelompok Pembudidaya Ikan yang terdiri atas 40 ribu pembudidaya ikan dengan total anggaran sebesar Rp234 miliar.

Ia juga memaparkan, Provinsi Bali yang dikenal dunia sebagai pusat wisata bertaraf internasional mempunyai potensi yang sangat besar di dalam pengembangan budidaya laut.

Sebelumnya, Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mengatakan, budidaya rumput laut yang terdapat di kawasan Nusa Dua, Bali, terganjal tata ruang sehingga pemerintah diharapkan dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

"Petani pembudidaya rumput laut di Bali meminta pemerintah untuk mengatur penataan kawasan antara kegiatan pariwisata dan aktivitas budidaya rumput laut terutama di daerah Pantai Geger, Nusa Dua," kata Ketua ARLI, Safari Azis, Rabu (26/12).

Menurut Safari Azis, rumput laut pertama kali dibudidayakan di Bali sekitar 30 tahun lalu di Pantai Terora, Nusa Dua.

Namun seiring dengan perkembangan pariwisata, ujar dia, wilayah tersebut tidak lagi kondusif bagi aktivitas budidaya rumput laut sehingga dipindahkan ke Pantai Geger. "Beberapa tahun terakhir ini, perkembangan wisata di Pantai Geger pun semakin gencar mulai dari pembangunan hotel-hotel dan fasilitas wisata lainnya," katanya.

Ia juga mengatakan, hal itu dinilai dapat mengancam kelestarian usaha rumput laut di daerah tersebut. Dari 100 kepala keluarga yang mengembangkan budidaya rumput laut, kini hanya tersisa 30 KK.

Safari menuturkan, para petani rumput laut dilarang oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan aktivitasnya seperti menjemur rumput laut di pinggir pantai dan membongkar tempat penyimpanan rumput laut kering dengan kompensasi Rp2 juta per KK.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Udang tambak

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan menargetkan produksi udang untuk tahun 2013 mencapai 33 ribu ton. Kata Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Perikanan dan Kelautan Sulsel, Sulkaf Latif, angka itu meningkat dari realisasi tahun sebelumnya, yang hanya 28 ribu ton. "Jadi ada peningkatan target sampai 5 ribu ton di 2013 ini," kata Sulkaf, Kamis, 6 Juni 2013.

Pada saat ini, Sulkaf mengatakan, pemerintah tengah menggenjot komoditas, seperti udang. Alasannya, udang termasuk produk komoditi ekspor yang disukai negara luar. Dan sejak 2008, udang telah menjadi komoditas unggulan Dinas Perikanan dan Kelautan. Sedangkan guna mendukung produksi udang, Sulkaf menyiapkan tenaga ahli serta kebutuhan lainnya yang diperlukan dalam pemeliharaannya.

Berdasarkan data statistik, sektor udang masuk dalam lima besar ekspor Sulsel utama Sulsel. Kata Kepala Badan Pusat Statistik Sulsel, Nursam Salam, nilai tukar petani Sulsel per Mei 2013 untuk subsektor perikanan mengalami kenaikan 0,05 persen. Hal ini disebabkan kenaikan indeks yang diterima petani, sebesar 0,08 persen. "Lebih besar dibandingkan kenaikan indeks yang harus dibayar, sejumlah 0,02 persen."

Ketua Apindo Sulsel, La Tunreng mengatakan, potensi ekspor udang Sulsel memang sangat menjanjikan. Hanya saja, pemerintah belum memperhatikan pelaku usaha kecil dalam budidaya udang. Selain itu, infrastruktur masih menjadi masalah utama bagi pengusaha udang.

"Kami berharap pemerintah lebih memperhatikan perbaikan infrastruktur, terutama akses jalan, agar proses pengangkutan hasil panen masyarakat tidak terkendala," ujar La Tunreng.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Industri Rumput Laut Sulsel Mendesak

          Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki berbagai sumber daya alam yang dapat dikelola secara profesional, sehingga menghasilkan nilai yang lebih untuk kesejahteraan masyarakat khususnya yang tinggal di daerah pesisir. Salah satu contohnya adalah pengelolaan atau budidaya rumput laut yang hingga kini terus melaju akan permintaan.
          Pasalnya, perkembangan rumput laut Indonesia terus mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya permintaan akan rumput laut dunia. Dimana rumput laut merupakan salah satu komoditi hasil laut yang penting dan di tanah air menjadi salah satu komoditas yang banyak disukai oleh masyarakat, karena selain cara budidayanya cukup praktis, juga harganya cukup menggiurkan bagi petani. Bahkan sebagai penghasil devisa negara dengan nilai ekspor yang terus meningkat setiap tahun.
           Khusus di Sulawesi Selatan yang memiliki garis pantai 1.937 km dan luas areal pertambakan kurang lebih 58.000 hektare, sehingga potensi untuk pengembangan budidaya rumput laut di daerah ini cukup menjanjikan. Bahkan beberapa tahun terakhir ini budidaya rumput laut yang ada di Sulsel cukup untuk meningkatkan volume ekspor yang hingga kini telah melampaui angka satu juta ton. Ini merupakan hal yang harus didukung oleh perbaikan yang lebih baik lagi
.
            Meski diketahui bahwa budidaya rumput laut saat ini yang dikembangkan oleh masyarakat hanya dua jenis karena memang itulah yang masuk dalam kategori memiliki nilai ekonomis yaitu antara lain Euchema cottoni dan Euchema spinosum yang tempat hidupnya di laut. Sedangkan yang hidup di tambak adalah Gracilaria, meski yang lainnya seperti Gelidium dan Hypena juga cukup baik untuk budidaya. Namun, yang paling banyak dibudidayakan adalah Gracilaria dan Euchema cottoni.
           Walaupun masih banyak jenis yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, tapi tidak seluruhnya berada di perairan Indonesia, melainkan di negara lain sehingga yang terlanjur atau kebanyakan masyarakat mengenalnya hanya dua jenis rumput laut yaitu Gracilaria dan Euchema cottoni. Meski tidak disangkal bahwa jenis Gracilaria yang dibudidayakan di tambak khususnya di Palopo tergolong yang paling baik mutunya, namun belakangan kualitasnya menurun sehingga harganya juga turun. Sedangkan khusus Euchema cottoni yang hidup di laut memiliki prospek yang sangat bagus. Betapa tidak, jika jenis ini hampir seluruh masyarakat yang berdomisili di pesisir pantai melakukan kegiatan budidaya. Seperti halnya di Kabupaten Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Pangkep, Barru dan lain-lain.
            Hal ini terbukti dalam pengembangan rumput laut selama beberapa tahun terakhir telah berkontribusi signifikan terhadap pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Dari pemantauan penulis di lapangan dimana masyarakat yang telah melakukan budi daya rumput laut tingkat kesejahtraannya cukup meningkat. Bahkan tidak heran jika masyarakat pesisir banyak yang berganti kopiah berwarna putih alias sudah menuaikan ibadah haji dan membeli kendaraan roda dua serta rumahnya juga sudah bagus-bagus. Ini menandakan bahwa budi daya rumput laut ke depan bisa menghasilkan atau menyulap seseorang menjadi orang terpandang.
               Oleh karena itu, rumput sudah dikembangkan oleh beberapa kabupaten/kota yang ada di Sulsel yaitu Palopo, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Bone, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Selayar, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Makassar, Maros, Pangkep, Barru dan Pinrang. Ini berarti bahwa rumput laut di daerah ini cukup besar, sehingga memang memerlukan industri tersendiri dalam mengelolahnya menjadi produk bahan jadi atau langsung dimanfaatkan. Tidak perlu lagi mengirim bahan bakunya ke luar negeri jika industrinya sudah tersedia.
             Olehnya itu, yang menjadi persoalan dalam melakukan budi daya rumput laut secara besar-besaran adalah kurangnya industri yang menerima hasil panen dari masyarakat. Pasalnya, jika hasilnya cukup besar maka rumput laut ini mau dikirim kemana jika sektor industri dalam pengelolaan rumput laut tidak tersedia. Meski diketahui bahwa Philipina yang tergolong negara kecil tapi siap menampung (membeli) hasil budi daya dari Indonesia dalam bentuk bahan baku, tapi apakah bangsa ini hanya mengandalakan pengiriman bahan baku yang nilai jualnya sangat rendah bila dibandingkan rumput laut yang dikirim setelah diolah.
           Jangan heran jika bangsa Indonesia khususnya di Sulsel masyarakat selalu mengandalkan bahan baku untuk diekspor dari hasil jeri payanya. Sehingga petaninya tidak pernah meningkat karena nilai jualnya sangat rendah. Meski saya tadi katakan bahwa pembudidaya rumput laut banyak yang berhasil naik haji. Tapi lebih banyak lagi jika hasilnya sudah dalam proses bentuk bahan jadi yang tentunya memiliki nilai jualnya juga lebih tinggi. Artinya pabrik atau industri yang akan beli dari petani dengan harga tinggi karena sudah mampu memprosesnya sehingga harganya juga jauh lebih baik.
            Nah, inilah salah satu problem yang harus dicarikan solusinya sehingga ke depan potensi ini dapat memberikan hasil yang maksimal dan bisa meningkatkan Pemasukan Asli Daerah (PAD) Sulsel. Padahal, jika sektor industri yang disiapkan oleh pihak yang berwenang, maka tidak heran kalau nilai jual dari pada rumput laut itu dapat dihargai cukup tinggi.
            Olehnya itu itu, industri rumput laut di Sulsel sangat mendesak mengingat hasil produksi rumput yang melampuai target dimana produksi itu mencapai satu juta ton per tahun, sehingga membutuhkan suatu pabrik. Khusus di Sulsel industri rumut laut yang dibutuhkan sebanyak empat unit masing-masing mewakili wilayah. Jadi bisa ditempatkan di Bantaeng yang mampu mengkafer Jeneponto, Takalar, Bukukumba dan Selayar. Sedangkan di Bone juga mengafer wilayah di sekitar daerah tersebut. Begitupula di Palopo yang mengkafer daerah lainnya, serta Kabupaten Pangkep yang mengkafer wilayah Maros, Barru, Pare-Pare dan sekitarnya.  
          Jika ini diadakan maka harga rumput laut langsung terdongrak sehingga petani pun dapat merasakan dampaknya. Bahkan tidak menutup keungkinan masyarakat bisa beralih pekerjaan lantaran rumput laut ini sangat mudah dan cepat mendapatkan hasil.
          Untuk merealsiasikan industri ini tidak lain adalah pemerintah, karena kapan pemerintah betul-betul serius ingin melihat rakyatnya sejahtera maka industri rumput laut bukanlah sesuatu yang susah. Tapi kalau hanya perhatian pemerintah setengah-setengah saja maka itu tidaklah bisa terwujud.
          Artinya yang berhak mendatangkan industrinya di Sulsel agar memiliki kepekaan dan bertanggungjawab atas perkembangan pembangunaan di daerah ini demi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pesisir yang selama ini terkesan dan dianggap “miskin”. Betapa tidak, jika rumput laut yang berlimpah tapi pabrik atau industrinya tidak ada di Sulsel, sehingga mau atau tidak terpaksa diekspor dalam bentuk bahan baku yang memiliki nilai jual rendah.
            Wajar saja, kalau masyarakat selalu banting tulang untuk meningkatkan taraf hidupnya, tapi toh tidak bisa lantaran hasil jerih payahnya hanya dihargai sangat rendah. Padahal industri ini cocoknya dipikirkan oleh instansi yang terkait sebagai partner dari dinas lain untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki daerah ini.
              Hal inilah yang belum jalan dalam pemerintahan sehingga SDA yang dimiliki banyak, tapi hasilnya dinikmati oleh negara lain yang mengolahnya menjadi produk sudah jadi, sehingga dijual kembali kepada konsumen dengan harga jauh lebih tinggi.
            Mudah-mudahan dengan kepekaan dan kepedulian pemerintah melihat peningkatan hasil budidaya rumput lau di Sulsel cukup menggembirakan hasil panen, sehingga ada keinginan untuk mendirikan pabrik atau industri agar hasil dari para petani ini dapat dihargai sesuai dengan keringatnya. Semoga… !
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Budi Daya Rumput Laut Ikan Bandeng Udang Sitto (Tiger )

Komoditas Unggulan
Potensi bidang perikanan di kabupaten Bone memberikan peluang yang sangat besar bagi investor, khususnya pada 11 kecamatan di sepanjang pesisir Teluk Bone. Wilayah penangkapan ikan disekitar Teluk Bone mencapai 127 km panjang pantai hingga puluhan mil ke tengah laut dengan produksi pada tahun 2001 sebesar 68.384,2 ton, perairan umum sebesar 859,5 ton, rawa/kolam/empang dan sungai dengan areal seluas 1.824 Ha dengan produksi 12.407,1 ton.

Rumput Laut
Produksi dan budidaya Rumput Laut untuk jenis Cattoni, berada dalam areal pesisir pantai yalah teringgi  5.765 ton/tahun dan terendah 1.250 ton. Sedangkan untuk jenis Gracilaria dapat dicapai 18.243 ton/tahun dengan luas areal budidaya 2.128 Ha Tambak.

Kepiting
Wilayah Kecamatan dengan penghasil kepiting di Kabupaten Bone, secara umum berada pada wilayah Kecamatan pesisir pantai, yakni Kecamatan Cenrana, Awangpone Barebbo, Cina, Tonra dan Kajuara. Jenis Kepiting yang menjadi andalan ialah Kepiting Bakau, disamping terdapat jenis kepiting yang juga sudah menjadi perhatian budidaya khusus untuk kebutuhan eksport yakni kepiting lunak (soka). Jumlah produksi Kepiting rata-rata mencapai 1.520 ton/tahun.

Ikan Bandeng
Produksi ikan Bandeng di Kabupaten Bone rata-rata pertahun ialah sebanyak 46.754 ton/tahun dengan luas areal tambak 3.356 Ha.
Potensi perikanan diatas dapat dirinci menurut jenis produksi, antara lain:

    Udang : luas areal budidaya 4.089 Ha dengan jumlah produksi 4.318 ton
    Kepiting Bakau : luas areal 2.189 Ha dengan jumlah produksi 2.061 ton.
    Bandeng : luas areal 3.520 Ha dengan jumlah produksi 4.964 ton.
    Rumput laut : luas areal 1.145 Ha dengan jumlah produksi 3.821,5 ton.
    Produksi perikanan laut/perairan umum sebesar 73.763,5 ton ikan campuran yang sebahagian besar ikan tuna.

Peluang investasi

    Pengembangan Udang Sitto, Udang galah dan kepiting Bakau di Kecamatan Cenrana Tellusiattinge, Awangpone, Tonra, Salomekko, Sibulue dan Kajuara.
    Budidaya rumput laut di sepanjang pantai dan pesisir Teluk Bone.
    Pengolahan/Pengawetan ikan dan biota perairan lainnya.
    Sarana penunjang (Pembenihan ikan/udang dan TPI).

KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Wisata Bawah Laut Taman Terumbu Karan

Daerah perlindungan laut
Dalam upaya mencapai pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di seluruh Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan keluarkan Peraturan Menteri nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI). Peraturan ini sebagai penyempurnaan dan mengganti Keputusan Menteri Pertanian No.996/Kpts/IK.210/9/1999 tentang Potensi Sumber Daya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan.
Upaya ini adalah merupakan langkah maju dalam menerapkan ketentuan internasional Code of Conduct for Responsible Fisheries, atau Tatanan Pengelolaan Perikanan yang Bertanggungjawab atau Berkelanjutan.
Untuk menyempurnakan manajemen pemanfaatan perairan itulah maka dilakukan penentuan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) di seluruh Indonesia dari 9 WPP menjadi 11 WPP, yakni merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalamanan, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. WPP-RI 713 meliputi perairan Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali.

Salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Bone adalah Tanjung Pallette.  Objek Wisata Tanjung Pallette ini terletak di Kelurahan Pallette Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Merupakan suatu kawasan yang memiliki panorama alam yang sangat indah, yang didukung fasilitas yang memadai. Kawasan ini berhadapan langsung dengan laut Teluk Bone yang berjarak 12 km dari pusat kota Watampone.
Dengan adanya objek wisata Tanjung Pallette bisa dipadukan dengan sumberdaya hayati lainnya agar pengelolaannya lebih menjanjikan.  Salah satu potensi tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi dan ekologisnya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang ini dikaitkan dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar.  Karena keberadaan terumbu karang tersebut sangat penting dalam pengembangan berbagai sektor termasuk sektor pariwisata.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni sampai 17 Juli 2010 di Tanjung Pallette, perairan Pallette di Kelurahan Pallette, Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone, dan Dinas  Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone.
Berdasarkan hasil pengamatan di perairan Tanjung Pallette memiliki beberapa variasi jenis dan berbagai macam bentuk terumbu karang seperti karang bercabang (branching), karang jamur (mushroom), karang otak, karang daun (Foliose), karang meja (tabulate) dan macam-macam bentuk karang lainya. Serta beraneka ragam  biota laut mulai dari ikan konsumsi, ikan hias, serta biota laut lainya.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Definisi Nelayan dan Rotasi Alat Tangkap

PENGERTIAN NELAYAN

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor,  tidak dikategorikan sebagai nelayan (Departemen Kelautan dan Perikanan,2002)
Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Sedangkan nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain (Subri, 2005)
            Sumberdaya nelayan dicirikan oleh pendidikan dan keterampilan yang rendah, kemampuan manajemen yang terbatas. Taraf hidup penduduk desa pantai yang sebagian besar nelayan sampai saat ini masih rendah, pendapatan tidak menentu (sangat tergantung pada musim ikan), kebanyakan masih memakai peralatan tradisional dan masih sukar menjauhkan diri dari prilaku boros (Sitorus, 1994). 

Definisi Nelayan dan Rotasi Alat Tangkap

Dunia berubah dan begitu cepat, tetapi tidak semua. Peralihan moda produksi manusia dari berburu ke masyarakat agraris bahkan sampai ke masyarakat industri telah terjadi. Namun, zaman modern —bahkan katanya sudah posmodern— masih menyisakan sekelompok pemburu. Perairan luas menjadi rumah bagi mereka dan daratan adalah rantau. Merekalah nelayan, mengarungi sungai, danau dan bahkan samudera untuk memburu ikan dan makhluk air lainnya. Setiap perairan baik sungai, danau maupun laut menjadi lahan perburuan mereka. Tentu saja, yang paling menonjol dan khas adalah perburuan di laut, yang sudah identik dengan nama profesi mereka.
Indonesia —sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan tentu saja dengan wilayah perairan yang jauh lebih luas dari daratannya— tentu mengandung potensi sumberdaya ikan yang sangat besar. Para nelayan menjadikan setiap pesisir atau pulau-pulau kecil yang dekat dengan pemusatan sumberdaya ikan sebagai pangkalan-pangkalan mereka untuk beraksi. Dengan berbagai peralatan memburu ikan, dari yang paling tradisional sampai yang paling modern, mereka memburu ikan ke mana pun ikan itu pergi. Selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri, mereka juga menjadi penjamin ketersediaan ikan sebagai sumber protein hewani untuk konsumsi domestik maupun diekspor ke luar negeri.
Sebelum kemunculan konsep negara modern dengan segala tapal batas laut teritorial sampai zona ekonomi eksklusif (ZEE), nelayan mengarungi samudera sampai mendapatkan tangkapan tidak peduli ke mana pun larinya.  Nelayan Bugis misalnya, entah sudah sejak kapan melayari perairan Samudera Indonesia yang antara lain menjadi wilayah kedaulatan Australia di zaman sekarang ini. Dengan adanya batas politik di lautan, perilaku nelayan pun harus berubah. Kebiasaan zaman dulu tidak bisa diterus-teruskan sampai di zaman sekarang. Negara di mana mereka kini menjadi warganegaranya, Indonesia, gagal memenangkan sejumput air penuh ikan di perairan itu karena konvensi Internasional. Nelayan Bugis tidak lagi bisa mengejar-ngejar buruan sampai ke situ.
Dalam tataran nasional, nelayan pada akhirnya juga menjadi subjek pengaturan hukum nasional. Dahulu mereka cukup menyebut diri mereka sebagai nelayan. Kini, negara membedakan mereka menjadi “Nelayan” dan “Nelayan Kecil,” begitulah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.  “Nelayan” dikatakan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sedangkan, “Nelayan Kecil” adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebuhan hidup sehari-hari. Apa sebenarnya maksud pembagian yang seperti ini? Lagipula, bukankah tujuan “mata pencaharian” adalah “pemenuhan kebutuhan sehari-hari”?

Nelayan Kecil Juga Menjual Hasil Tangkapan
Meski diberi penjelasan, peraturan perundang-undangan di Indonesia biasanya ‘miskin’ penjelasan. Namun, barangkali beginilah masyarakat awam menangkap maksud dari pengertian “nelayan” dan “nelayan kecil”. Nelayan kecil menangkap ikan sebatas untuk konsumsi rumah-tangga, yang berarti memenuhi kebutuhan ikan sehari-hari —walaupun makan ikan tiap hari tentu membosankan. Nelayan, sementara itu, menangkap ikan dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkannya sehari-hari.  Dengan demikian, berarti ia menangkap ikan tidak sebatas untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sendiri, tetapi juga kebutuhan sehari-hari orang lain; dengan kata lain, untuk dijual. Akan tetapi, apakah itu berarti nelayan kecil tidak boleh menjual ikan tangkapannya? Sebaliknya, apakah nelayan tidak boleh memakan ikan tangkapannya? Pertanyaan konyol ini seharusnya tidak usah muncul apabila pengertian konyol di atas tidak ada.
Dalam kondisi di lapangan, khususnya yang dapat diamati di Kepulauan Seribu —gugusan pulau-pulau yang walaupun berada di utara Banten namun masuk dalam wilayah DKI Jakarta— pengertian “Nelayan” dan “Nelayan Kecil” rancu dan tidak sesuai dengan kondisi nyata. Sungguh sulit mencari nelayan kecil yang hasil tangkapannya semata-mata dikonsumsi sendiri. Nelayan Pulau Panggang, misalnya, —salah satu pulau di Kepulauan Seribu sebelah utara— pergi menangkap ikan di sore hari, kemudian pulang dengan tiga atau empat ekor kerapu macan yang satu ekornya bisa mencapai satu kilogram. Mereka kemudian akan menjual ikan tangkapan itu barang tiga ekor kepada tengkulak untuk mendapatkan uang membeli kebutuhan lainnya seperti beras atau minyak goreng, sedangkan sisanya untuk dimakan. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi toh menjual ikannya juga, mungkin, sebagai mata pencahariannya (?!).
Kehidupan nelayan —seperti halnya pemburu; dan nelayan memang pemburu— selalu naik turun. Ikan tangkapan bergantung pada peruntungan, kondisi cuaca dan musim. Kehidupan nelayan tidak selalu bisa dipastikan sebagaimana halnya petani dengan lahan yang pasti tanaman di atasnya yang bisa diprediksi hasilnya. Sumber daya ikan —demikian menurut UU Perikanan— bergerak bebas di perairan laut yang tidak bisa selalu dipastikan keberadaannya. Nelayan begitu tergantung pada musim dan pengetahuan turun-temurun terkait navigasi alam dan tempat yang biasa didatangi ikan. Jenis ikan pasti berbeda di setiap titik sesuai dengan kondisi alam. Hal ini menjadi faktor yang menyebabkan setiap nelayan akan berbeda cara kerjanya dari satu tempat ke tempat lain, dalam satu kondisi musim ke musim yang lain.
Rotasi Alat Tangkap
Kepulauan Seribu Utara memiliki sumberdaya ikan yang cukup beragam. Ikan hias yang variatif sampai ikan-ikan konsumsi yang juga tidak kalah variatif dan cukup diminati pasar tersedia di sana. Ikan-ikan ini pun masing-masing jenisnya memiliki musim-musim tangkap tertentu yang tersendiri, di mana pada saat itu mereka cukup banyak untuk ditangkap. Nelayan membutuhkan cara-cara tersendiri untuk menangkap tiap-tiap jenis ikan ini. Tentu saja perahu menjadi alat yang paling vital untuk melakukan pekerjaan menangkap ikan ini.
Sehari-hari, para nelayan Pulau Panggang terbiasa menggunakan bubu. Pada pagi hari, mereka memasang bubu untuk kemudian diambil pada sore harinya. Ketika akan mengambil bubu sore harinya, para nelayan menyempatkan memancing ikan atau menumbak —sebuah keahlian yang relatif baru dalam menangkap ikan dengan menggunakan tumbak (tombak) untuk menambah hasil tangkapan. Paling tidak satu hari itu, mereka melakukan aktivitas memasang bubu dan memancing atau menumbak.
Setiap nelayan umumnya memiliki perahu kecil dengan ukuran 1,5 sampai 2 meter, dan semuanya sudah menggunakan sekurang-kurangnya motor tempel. Hal ini wajar mengingat motorisasi armada nelayan tradisional ini setidaknya digalakkan pemerintah semenjak tahun 1970-an. Perahu kecil bermotor ini dipergunakan oleh nelayan yang menggunakan alat tangkap bubu, pancing dan tumbak. Pada musim ikan tongkol, nelayan akan menggunakan pancing dengan umpan bulu ayam. Biasanya, cara ini dilakukan sendiri atau berdua dengan menggunakan perahu-perahu kecil mereka. Jika musim tongkol sudah usai mereka biasanya hanya akan memasang bubu atau menumbak saja. Selain itu, ada juga yang menjadi buruh pada juragan muroami pada musim tersebut.
Nelayan yang memiliki modal cukup besar, biasanya akan menggunakan alat tangkap muroami. Bermodalkan perahu berbobot 3 sampai 5 GT (gros ton), jaring muorami dan kompresor —yang menurut salah seorang pemiliknya dapat menghabiskan hampir seratus juta rupiah, mereka mempekerjakan 15 sampai 25 orang nelayan buruh sebagai awak kapal mereka. Dengan peralatan seadanya, yaitu selang yang dihubungkan dengan kompresor, beberapa awak menjadi penyelam untuk memasang jaring muroami dan menggiring ikan agar memasuki jaring tersebut. Sebagian lagi bertugas untuk menarik jaring yang telah dipenuhi oleh ikan. Satu orang memiliki pos khusus yaitu mengoperasikan kompresor. Untuk memenuhi kebutuhan makan ditempatkan satu orang juru masak untuk seluruh awak. Mereka semua bekerja dalam satu komando dari Panglima Laut yang biasanya menjadi nakhoda kapal tersebut. Pada musim angin kencang, mereka memilih tidak melaut dan kembali melakukan aktivitas seperti biasa —memancing, membubu atau menumbak.
Sistem rotasi alat tangkap ini menjadi suatu konsekuensi tersendiri bagi para nelayan ini. Alam menjadi penantang terberat bagi nelayan dengan modal yang terbatas. Mereka terpaksa menyesuaikan diri dengan alam dengan segala keterbatasannya. Tentunya menjadi sebuah kebingungan tersendiri terhadap pengertian “Nelayan” dan Nelayan Kecil” dalam UU Perikanan. Ketika mata pencaharian terancam, maka semua hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan ikan seadanya. Itupun ada juga yang dijual sekadar menukar dengan beras atau minyak goreng. Karena itu, dari kecenderungan yang muncul, pengertian “Nelayan” dan “Nelayan Kecil” dalam UU Perikanan bersifat temporal. Pemburu memang begitu dinamis kehidupannya. UU Perikanan jelas gagal mengakomodir fenomena rotasi alat tangkap yang inheren dengan mata pencaharian para nelayan
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Pelabuhan Bangsalae Siwa Kab Wajo

Kota Siwa adalah kota tua yang sudah berabad lamanya. Ia pernah bergabung dengan Kerajaan Luwuk (Palopo) kemudian diambil alih oleh Kerajaan Wajo di bawah pemerintahan Aroeng Matoa Wajo awal abad ke20 yaitu Karaeng Mangeppe, Ishaka Manggabarani. Arung Dulung pertama di Kota Siwa, Pitumpanua ialah Karaeng Bella, Petta Kangkung. Kota ini telah berkembang pesat karena hasil buminya yang cukup kuat yaitu cengkeh dan coklat serta empang udang. Mercu tanda kota ini ialah sebuah Pondok Psanteren yang tersergam indah yang diberi nama Pondok Psanteren Al-Mubarak, Kelurahan Tobarakka. Lembaga Pendidikan Islam ini didirikan oleh tokoh masyarakat Pitumpanua yang dikendalikan langsung oleh Andre Gurutta Haji Ambo Dalle bersama muridnya Andre Gurutta Haji Andi Syamsul Bahri. Di samping itu, pelabuhan BansalaE merupakan andalan transportasi laut yang menghubungkan dengan Sulawesi Tenggara dan Indonesia bahagian timur. Kota Siwa akan memiliki pasar raya permanen sebagai pusat perekonomian moderen masyarakat Pitumpanua. 
 Pelabuhan Bansalae Siwa adalah salah satu pelabuhan yang berada di Kabupaten Wajo Propinsi Sulawesi Selatan. Pelabuhan ini memiliki dermaga untuk kapal ferry, permasalah  yang ada pada pelabuhan ini adalah semakin sering kapal-kapal bersandar dan membongkar muatannya, diantaranya yaitu kapal ferry dan kapal penumpang berukuran kecil atau kapal cepat sedangkan fasilitas dermaga kurang memadai. Sehingga dermaga terapung tipe ponton merupakan solusi pemecahan pada kondisi saat ini.
Perhubungan merupakan unsur yang sangat penting peranan dalam menunjang peklasanaan pembangunan, khususnya pengembangan sektor ekonomi,sosial kemasyarakatan,serta mendukung kelancaran jalur transportasi dan distribusi hasil burrii dari daerah satu ke daeah laiinya. Keberadaan transportasi darat tersedia cukup lancar dan niudah diakses khususnya menghubungkan wilayah Kabupaten Wajo dengan Wilayah kabupaten lainnya, bahkan pelosok desapun bukanlah masalah untuk di jangkau.
Transportasi laut berupa Kapal kayu ukuran sedang, kapal fiber dan kapal feri juga tersedia yang menghubungkan Kabupaten Wajo dengan Provinsi Sualawesi Tenggara, dimana pelabuhannya di bangun di Bangsalae siwa kecamatan Pitumpanua . Tahun 2009 jumlah penumpang yang melalui pelabuhan ini sekitar 147.834 orang, selain pelabuhan di Siwa juga terdapat dermaga kecil di jalang kecamatan Takkalalla. Dengan adanya pelabuhan/dermaga ini maka di butuhkan investasi perudangan dan Cool Storage serta pembangunan Fasilitas dermaga / pelabuhan yang lebih lengkap.

Perumahan Attakkae  
Adalah Perumahan adat Attakkae terdapat di pinggiran Danau Lampulung, kelurahan Attakkae Kecamatan Tempe sekitar 3km sebelah Timur kota Sengkang pada Tahun 1995. Kawasan ini merupakan gambaran sebuah perkampungan Bugis dimana terdapat duplikat rumah tradisional yang di himpun dari berbagai kecamatan sehingga kawasan ini representatif sebagai tempat pelaksaan pameran, seminar dan antraksi budaya permainan rakyat. 
Wajo adalah salah  satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terkenal sebagai daerah penghasil kain  sutra Bugis yang cukup potensial. Di daerah ini terdapat sekitar 4.982 orang  perajin gedokan dengan jumlah produksi sekitar 99.640 sarung per tahun  dan perajin Alat Tenun Bukan Mesin  (ATBM) berjumlah 227 orangdengan produksi sekitar 1.589.000 meter kain sutra  pertahun. Khusus untuk pemintal benang sutra sebanyak 91 orang, sedangkan 301  kepala keluarga bergerak dibidang penanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutra  dengan produksi 4.250 kilogram benang pertahun. 
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

KELOLA TELUK BONE SECARA TERPADU, DKP SIAPKAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN BERKUALITAS

Lima belas kabupaten/kota yang berada di kawasan Teluk Bone baru-baru ini sepakat mengembangkan sistem peningkatan kapasitas SDM KP terpadu berbasis wilayah dengan prinsip kemitraan, yaitu kerja sama antar daerah yang juga merupakan gagasan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI), khususnya yang mewakili provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, dan telah menjadi salah satu program prioritas DPD-RI. Secara resmi DPD akan meminta Presiden RI untuk melauching Pengelolaan Wilayah Teluk Bone secara terpadu pada bulan Juni atau Juli 2008. Demikian disampaikan Kepala Badan Pengembangan SDMKP, Prof.Dr.Sahala Hutabarat dan anggota DPD, Laksma TNI (Pur) Benyamin Bura pada saat pembahasan Konsep Pengembangan SDM KP Berbasis Wilayah di Teluk Bone yang dihadiri 15 Kepala Dinas KP kabupaten/kota di Jakarta (29/5).
Wilayah pesisir Teluk Bone terbagi atas 15 kabupaten/kota yang meliputi: Kab. Bulukumba, Kab. Selayar, Kab. Sinjai, Kab. Bone, Kab. Wajo, Kab. Luwu, Kab. Luwu Utara, Kab. Luwu Timur, Kota Palopo, Kab. Kolaka Utara, Kab. Kolaka, Kab. Bombana, Kab. Muna, Kota Bau Bau dan Kab. Buto, di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara yang membentang sepanjang 1128 km garis pantai dengan luas sekitar 31.837 km2 dan dihuni oleh + 3.885.472 jiwa penduduk. Teluk Bone merupakan salah satu kawasan potensial perikanan yang apabila dikelola secara optimal dan terpadu diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata pada program pemerintah dalam revitalisasi perikanan sesuai dengan Undang-Undang No 31 tahun 2004 pasal 60 tentang Perikanan, dan Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang Pembangunan Jangka Menengah Nasioanal (RPJMN) yang meliputi program pengentasan kemiskinan (pro-poor), penciptaan lapangan kerja (pro-job), dan percepatan pertumbuhan (pro-growth).
Untuk melaksanakan program tersebut diperlukan kesiapan SDM KP yang berkualitas.  Oleh karena itu, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) sebagai fasilitator dan institusi di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan mempunyai komitmen untuk bekerja sama dengan Pemerintah Daerah di kawasan Teluk Bone dalam mengembangkan SDM KP secara konkrit dan terpadu melalui program pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan. Penyelenggaraan kegiatan ini memiliki beberapa tujuan, antara lain: (1) mempersiapkan konsep pengembangan sistem peningkatan kapasitas SDM KP terpadu berbasis wilayah di Teluk Bone ; (2) memaparkan Rencana Pengelolaan Terpadu Teluk Bone; (3) memaparkan Strategi Pengembangan SDM KP secara terpadu di Teluk Bone; dan (4) merumuskan dan memantapkan Konsep Perjanjian Kerja Sama antara Badan Pengembangan SDM KP Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Daerah di Teluk Bone. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah terwujudnya kerjasama program dan kegiatan antara daerah dan pusat dalam pengembangan kapasitas SDM KP di Teluk Bone secara terpadu.
Implementasi dari kebijakan dan program BPSDM KP dalam bentuk kegiatan ini tentunya tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah pusat tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah propinsi maupun kabupaten/kota serta tanggung jawab pihak swasta di bidang perikanan dan kelautan, sehingga sinergitas dan harmonisasi program dan kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan antara pusat, daerah dan swasta harus terus dibangun. Untuk itu DKP melalui BPSDM KP mengimplementasikannya dalam bentuk kerjasama untuk mengembangkan kawasan terpadu Teluk Bone yang melibatkan jajaran pemerintah daerah pada 15 kabupaten/kota di dua propinsi, yaitu propinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.  BPSDMKP merasa terpanggil untuk berperan aktif dan berkontribusi nyata dalam pengembangan kawasan terpadu Teluk Bone itu dari aspek pengembangan SDM kelautan dan perikanannya.  Oleh karena itu, dalam pertemuan dengan jajaran pemerintah daerah khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan pada 15 kabupaten/kota di wilayah pengembangan Teluk Bone, para peserta diharapkan dapat memberikan masukan dan pemikiran dalam rangka merumuskan rancang bangun pengembangan SDM kelautan dan perikanan  di kawasan terpadu Teluk Bone tersebut.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Menyibak Keragaman Pesona Wisata di Kabupaten Bone

Keragaman obyek wisata yang terdapat di Kabupaten Bone, merupakan aset terbesar yang selalu menjadi daya tarik khusus buat wisatawan domestik mau pun mancanegara, untuk bertandang ke Bone.


Sejarah mencatat bahwa Kabupaten Bone merupakan salah satu kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan sejarah didirikan oleh ManurungngE Rimatajang pada tahun 1330, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru Daeng Serang Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri Bontoala, pertengahan abad ke-17. Bukti sejarah tersebut dapat dilihat dari berdirinya tugu perkasa dari Arung Palakka di tengah-tengah Kota Watampone.
Kebesaran dan kejayaan kerajaan Bone di masa lalu, kini dibarengi dengan keragaman dan keindahan pesona wisatanya yang ada di masa sekarang. Baik itu keragaman wisata sejarahnya, wisata budaya, mau pun wisata alamnya. Yang memberikan dan menawarkan pesona daya tarik khusus pada obyek.
Bertandang ke Kabupaten Bone tidak akan membuat Anda bosan. Karena ragam sajian obyek-obyek wisata yang cukup menarik, membuat Anda dapat menikmati waktu libur atau refresing bareng keluarga. Seperti halnya ada wisata Budaya, yang menyuguhkan Rumah Adat Bugis (Bola Somba) di Watampone,  Museum Saoraja Lapawawoi Kr. Sigeri di Watampone, Makam Raja-Raja Bone di Bukaka Watampone, dan Makam Raja-raja di Lalebata Lamuru.
Ada juga wisata Alam nan Bersejarah, seperti wisata Goa Mampu di Desa Cabbeng Kecamatan Dua BoccoE,  Goa Janci di Desa Mallari Kecamatan Awangpone dan Tempat Peraduan Arung Palakka dalam Goa di Kecamatan Awangpone.
Tidak lupa juga ada wisata Alam, yang siap menanti kedatangan Anda, dengan menyuguhkan obyek wisata Tanjung Pallette di Kecamatan Tanete Riattang Timur Desa Gareccing di Kecamatan Tonra, Pantai Cappa Ujung di Kecamatan SibuluE , Permandian Bonto Jai di Kecamatan Bontocani, Permandian AlingE di Kecamatan Ulaweng, Permandian Lanca di Kecamatan TellusiattingE, Air Panas Saweng di Kecamatan Ponre, Bendungan Salomekko di Kecamatan Salomekko dan Taretta, di Kecamatan Amali. Semua obyek wisata yang terurai di atas menjadi satu aset kekayaan yang sangat bernilai dalam kemajuan pariwisata di Kabupaten Bone.

Kulasan Beberapa Obyek wisata Unggulan di Kabupaten Bone
Bola Soba
Jika ingin mengenal Kabupaten Bone lebih dalam, tak ada salahnya juga Anda mengenal wisata Bola Soba. Obyek wisata ini menyerupai rumah bersejarah, tempat dimana pemimpin perang yang bernama Petta Punggawa pernah tinggal. Rumah ini masih dilestarikan dan dipelihara dengan serius. Pada even-even besar, disekeliling Bola Soba sering di jadikan sebagai tempat penyelenggaraan beberapa tradisi lama yang masih dengan kuat dilaksanakan. Seperti pencak, massempe, malancca, ma’pere, serewa, sirau sulo dan tari-tarian lain. Obyek ini berada di Kelurahan Manurunge, Kecamatan Tatene Raittang. Untuk Masuk ke obyek ini, tidak dikenakan retribusi sama sekali alis gratis.

Pantai Tanjung Palette
Pantai Tanjung Palette merupakan obyek unggulan Kabupaten Bone, yang tidak pernah sepi dari kunjungi, utamanya saat liburan tiba. Sebagai obyek yang termasyhur dengan air lautnya yang biru, Pantai Tanjung Palette juga dilengkapi berbagai fasilitas pendukung, yang akan membuat pengunjung beta berlama-lama di kawasan wisata ini. Fasilitas tersebut seperti kolam permandian buat anak dan dewasa, lapangan tennis, area memancing, rumah penginapan, serta masih banyak lagi fasilitas lainnya, yang tentu saja diperuntukkan buat pengunjung. Kawasan wisata ini, masuk dalam wilayah Kecamatan Tanete Riattang Desa Pallette, dengan jarak tempuh dari Kota Bone, sekitar 33 kilometer dari arah selatan, atau sekitar 35 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi. Tarif ke obyek ini Rp 3000 (Dewasa) dan Rp 2000 (Anak-anak).

Museum Lapawawoi
Di Museum ini Anda dapat melihat berbagai benda-benda peninggalan kerajaan Bone, yang dapat Anda jadikan referensi dalam menambah wawasan dan pengetahuan Anda tentang sejarah keberadaan sebuah kerajaan yang pernah berjaya di Indonesia, khususnya di KTI. Juga ada beberapa benda-benda peninggalan dari Arung Palakka. Seperti keris, tombak, patung, pakaian kerajaan, baju-baju adat, potongan rambut Arung Palakka, dan foto-foto beserta silsilah keturunan raja-raja Bone.

Wisata Gua Mampu
Mengunjungi Kabupaten Bone, tidak lengkap rasanya jika tidak berkunjung ke Gua Mampu. Gua Mampu merupakan gua terbesar dan terluas dari sekian banyaknya gua yang ada di Sulsel. Obyek ini berada di Desa Cabbeng, Kecamatan DuaboccoE, atau sekitar ± 45 km dari pusat kota Watampone. Di dalam gua terdapat sejumlah rupa bebatuan satalaktid dan stalakmid. Dan konon Gua yang menawarkan keindahan panorama ini, memiliki legenda yang cukup tragis. Di mana legenda tersebut dikenal dengan Legenda Kutukan Mampu, yaitu kutukan yang menimpa kerajaan mampu. Akibatnya kutukan itu, penduduk dan hewan yang berada di dalam wilayah kerajaan Mampu seluruhnya menjadi Batu. Perwujudan dari Legenda ini, dapat Anda saksikan lewat sejumlah perwujudan bentuk bebatuan, yang menyerupai mahluk-mahluk hidup yang terdapat di dalam gua. Memasuki obyek ini, Anda diwajibkan membayar ritribusi sebesar Rp 2000, untuk Dewasan dan Rp 1000, untuk Anak.

Wisata Air Terjun Ulu Pere
Obyek wisata satu ini memiliki keindahan yang sangat eksotik, tidak kalah dengan tempat-tempat wisata lainnya yang ada di daerah Bone. Pengunjung yang bertandang ke sini, akan disuguhi panorama alamnya yang begitu memukau, lewat deretan air terjunnya yang bertingkat-tingkat, menyerupai deretan sarah yang ada di kaki bukit. Keadaan tersebut, seakan membawah kita sejenak menghayati jika anugerah yang Tuhan berikan di suatu wilayah berupa kekayaan alam, benar-benar cukup bernilai. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pemberdayaan kekayaan alam, haruslah dipelihara sebaik-baiknya, tanpa harus merusaknya dengan berbagai alasan. Dan yang utama harus selalu diberdayakan dan dipelihara dengan baik. Selain keindahan panoramanya, Air terjun Ulu Pere, juga memiliki kejernihan dan segar air yang tidak tertandingi. Dan banyak masyarakat sekitarnya memanfaatkan air tersebut untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti dikonsumsi untuk minum. Di sekitar kawasan obyek, juga terhempas deretan perkebunan cengkeh dan sejumlah pepohonan jati dan kapas. Untuk menuju ke lokasi obyek, jarak tempuh yang akan Anda lalui, sekitar 107 Km dari Ibu Kota Kabupaten Bone, karena area obyek berada di Kecamatan Bontocaini dan untuk masuk, tidak dikenakan ke pengunjung.
Tidak bisa dipungkiri jika Kabupaten Bone adalah salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang memiliki potensi wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi. Selain memiliki keunikan dari ragam budaya dan atraksinya, daerah ini juga kaya akan obyek wisata yang termasyhur bukan hanya di Indonesia tapi juga di mancanegara. Untuk mengunjugi Bone, Anda dapat menggunakan Bus umum dari Terminal Daya, dengan tarif Rp  40.000. Jadi tunggu apa lagi, Kabupaten Bone, siap menanti kunjungan Anda dengan ragam tempat-tempat wisatanya yang begitu memukau.

Data Beberapa Obyek Wisata Alam Kabupaten Bone
NO Nama Obyek / Daya  Tarik Wisata Lokasi Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten Daya Tarik
1 Mattanempunga Kelurahan Otting  Kecanatab Tellu  Siattinge 24 Km Terdapat Tujuh Sumur Tempat Bidadari Mandi
2 Dermaga Bajoe Desa Bajoe Kecamatan  Tanate Rianttang Timur 6 Km Tempat Penyeberangan Kapal Ferry Bajoe ke Kolaka
3 Lagole Desa Palongki Kecamatan Tellu Siattinge 20 Km Sumur Yang Di Dalamnya Terdapat Ikan Mao
4 Mata Air Sawesng (Panas) Desa Lampe Kecamatan Ponre 67 Km Mata Air Panas Yang Bersumber Dari Gunung
5 Gua Janci Desa Mallari Kecamatan Awangpone 13 Km Tempat Berikrarnya Arung Palakka
6 Bendungan Sanrego Desa Sangrego Kecamatan Kahu 87 Km Area/ Tempat Memancing dan Lomba Perahu Tradisionnal
7 Pantai Bone Lampe Desa Bulu-Bulu Kecamatan Tonra 60 Km Wisata  Pantai Berpasir Putih Yang Berkilau

KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

Pengeringan Ikan Tanpa Sinar Matahari Langsung

Pengeringan ikan sebenarnya tidak harus selalu dilakukan dengan bantuan sinar matahari secara langsung (penjemuran). Ini karena ikan dapat dikeringkan tanpa bantuan sinar matahari secara langsung. Contohnya melalui pengasapan ataupun pengovenan. Teknologi pengeringan ikan tanpa sinar matahari ini dapat digunakan pada semua jenis ikan air tawar maupun ikan air laut.

Yang harus diperhatikan justru kesamaan ketebalan daging ikan dalam proses pengeringan tersebut. Karena semakin tebal daging ikan akan membuat kecepatan pengeringan semakin lambat dan justru dapat mengurangi kualitas dari ikan yang akan dikeringkan. Ikan hasil pengeringan tanpa bantuan sinar matahari secara langsung justru memiliki kelebihan dibanding dengan ikan yang dikeringkan secara langsung dengan matahari. Karena pada ikan-ikan yang dikeringkan secara langsung (dijemur) sangat rawan terhadap serangan lalat  dan kontaminasi kotoran selama penjemuran sehingga dapat mempengaruhi daya simpan ikan. Bila pengeringan dengan dijemur itu tidak sempurna justru dapat menyebabkan ikan mudah busuk terutama karena serangan jamur, belatung dan kutu.
Proses dan Alat yang Dibutuhkan Yang membedakan pengeringan ikan dengan sinar matahari langsung dan tanpa  sinar matahari langsung adalah sumber panas yang digunakan.  Kita dapat menggunakan kompor berbahan minyak tanah, batu bara ataupun listrik. Sedangkan  prosesnya meliputi pencucian bahan mentah, penggaraman, pembilasan, penggeringan, pendinginan (diangin-anginkan) dan diikuti pengepakan sesuai kebutuhan. Proses pengeringan disini dapat menggunakan sistem pengasapan dan pengovenan. Kadar air yangdicapai  kira-kira 25%-30% agar ikan hasil pengeringan dapat awet untuk disimpan. Hal yang  harus dilakukan agar dapat menghasilkan ikan dengan kadar air 25%-30% yaitu jangan mengeringkan ikan secara utuh tetapi belah ikan dengan model butterfly (belah jadi 2) dengan ketebalan 3 cm lalu dikeringkan pada suhu maksimal 45 derajat dengan kecepatan angin 1-2 m per detik selama 8-12 jam. Alat-alat yang dibutuhkan untuk proses pengeringan tidak terlalu rumit. Alat-alat tersebut berupa kompor berbahan bakar minyak tanah atau batu bara dan rak pengering dalam berbagai bentuk dan ukuran yang dapat juga dibuat sendiri dengan ukuran yang dibutuhkan. Selain beberapa alat yang telah disebutkan tadi ada juga alat yang lebih modern dan canggih yaitu pengering yang dilengkapi dengan sel penangkap sinar matahari.
Alat Pengering Ikan ( Oven Berbahan Bakar LPG )
Tips Mengolah Ikan
Secara umum tidak ada tips khusus dalam mengeringkan ikan tanpa bantuan sinar matahari secara langsung. hal yang harus diperhatikan adalah penting untuk dilakukan pergiliran posisi rak atau wadah ikan agar mendapatkan panas yang merata antar satu rak dengan lainnya. Selain pengaturan pergiliran posisi rak secara teratur, kecepatan angin dan suhu juga penting diperhatikan karena apabila kecepatan angin dan suhu terlalu besar justru dapat menyebabkan case hardening (suatu kondisi ketika bagian luar daging sudah kering tetapi bagian dalamnya masih basah). Hal ini justru memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak, sehingga daya tahan ikan menjadi berkurang. Bagi anda yang biasa membeli ikan hasil pengeringan di pasar-pasar ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
  1. Pilihlah ikan kering yang penampakan tubuhnya cemerlang dan tekstur dagingnya utuh.
  2. Hindari ikan kering yang tampak keras dari luar karena terkadang ikan yang terlalu kering  justru mengalami fenomena dari case hardening.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..

PENGERINGAN IKAN

BAB I
PENDAHULUAN
              Puji syukur kita ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita kenikmatan hidup dan umur panjang  dan tak lupa pula kita panjatkan  salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SWA yang telah membawa kita dari Alam kebodohan ke alam yang serba penuh dengan ilmu pengetahuan ini. Dalam rangka memperbaiki hasil nilai akhir untuk mata kuliah Satuan Operasi maka oleh dosen bidang studi yaitu bapak Indra Sakti STP, saya diberikan tugas untuk menyelesaikan sebuah makalah dengan judul Pengeringan ikan, tugas ini yang pastinya akan saya kerjakan dengan sungguh sungguh, guna mencapai hasil yang maksimal.
              Pengeringan didefinisikan sebagai pemanasan bahan dalam lingkungan yang terkendali untuk membuang sebagian besar besar air yang terkandung pada bahan melalui peristiwa penguapan (atau dalam kasus pengeringan beku adalah sublimasi). Definisi ini tidak mencakup cara cara pengurangan kandungan air bahan yang lain seperti pemisahan secara mekanis, penggunaan membrane, penguapan, dan juga pemangangan yang juga mengurangi kadar air bahan meskipun tidak sebanyak pengeringan.
              Produksi ikan bersifat musiman terutama ikan laut. Dengan demikian pada suatu saat produksi ikan sangat melimpah sedang pada waktu yang lain sangat rendah. Tidak heran bila pada saaat produksi sangat melimpah banyak ikan yang tidak dimanfaatkan sehingga menjadi busuk. Proses pembusukan ini mengakibatkan mundurnya mutu dan turunnya harga ikan. Hal ini sangat merugikan bagi nelayan atau pengusaha yang berkecimpung dalam dunia bisnis perikanan.
              Untuk mencegah proses pembusukan tersebut, perlu dikembangkan berbagai cara pengawetan dan pengolahan yang cepat serta cermat agar sebagin besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan. Dalam hal ini akan dijelaskan mengenai penanganan ikan hidup, penanganan ikan segar, pengawetan dan packing.
              Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan ikan agar dapat bertahan lama, dasar pengawetan ikan adalah memperthanakan ikan selama mungkin dengan menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme pembusuk. Hampir semua cara pengawetan akan meyebabkan berubahnya sifat – sifat ikan segar, baik itu dalam hal bau, rasa, bentuk, maupun tekstur dagingnya.
PENGERINGAN IKAN              Ada beberapa cara pengawetan yang sering dilakukan oleh para nelayan untuk mempertahankan mutu ikan, cara tersebut meliputi proses pengeringan, pengasapan penggaraman, dan fermentasi. Tetapi pada ulasan ini kita hanya membahas proses pengeringan disamping lebih efektif juga sangat sederhana. Untuk lebih jelasnya mengenai proses pengeringan ikan baik metode dan prosesnya akan kita bahas pada bab berikutnya pada makalah ini.

BAB II
PENGERINGAN IKAN

2.1  Teori Pengeringan
              Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang lalu.sebagai bahan pangan ikan mengandung zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu factor yang menetukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah tingkat kesegarannya, mutunya, tahan lama, dan tidak cepat membusuk. (Junianto, 2003)
              Pengeringan ikan didefinisikan sebagai pemanasan ikan dalam lingkungan yang terkendali untuk membuang sebagian besar air yang terkandung pada ikan melalui peristiwa penguapan (atau dalam kasus pengeringan beku adalah sublimasi). Definisi ini tidak mencakup cara cara pengurangan kandungan air yang terkandung didalam ikan tersebut melalui cara seperti pemisahan secara mekanis, penggunaan membrane, penguapan, dan juga pemangangan yang juga mengurangi kadar air bahan meskipun tidak sebanyak pengeringan.
              Tujuan utama pengeringan ialah untuk memperpanjang umur simpan bahan dengan cara menurunkan aktivitas air ( Aw = water activity). Turunnya aktifitas air dapat menghambatbat pertumbuhan mikroba dan aktifitas yang disebabkan oleh enzim, karena suhu pemanasan tidak cukup tinggi untuk membunuh mikroba dan menon aktifkan enzim. (Fadhil, Rahmat.2005)
              Secara umum tujuan pengeringan ikan ialah :
  1. untuk mengawetkan ikan dengan cara menurunkan kadar iar didalamnya
  2. Untuk mengurangi volume dan berat ikan yang ditangani sehingga biaya penganggkutan dan penyimpanan menurun.
  3. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan (pada beberapa jenis produk tertentu pengeringan dikombinasi dengan instanisasi).
2.2    Kerusakan Pada Ikan
              Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun, dan mengakibatkan pembusukan cepat terjadi, perubahan yang sering terjadi ialah :
  1. Perubahan Prarigormortis.
              Perubahan ini merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar dibawah permukaan kulit, hal ini merupakan media yang ideal guna pertumbuhan mikroba.

  1. Perubahan rigormortis
              Perubahan ini merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks didalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan matisirkulasi darah berhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH ikan menurun diikuti pula dngan penurunan jumlah adenosine trifosfat (ATP) serta ketidak mampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigormortis.

  1. Proses Perubahan Karena aktivitas enzim
              Setiap sela jaringan tubuh ikan mengandung enzim yang bertindak sebagai katalisator dalam pembangunan dan penguraian kembali setiap senyawa dan zat yang merupakan komponen kimia ikan. Setelah ikan mati enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif, namun system kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol tidak berfungsi lagi. Akibatnya enzim dapat merusak organ tubuh ikan. Peristiwa ini disebut Autolisis dan berlangsung setelah ikan melewati fase rigormortis. Cirri terjadinya perubahan secara autolisis ini adalah dengan dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir. Proses autolisis merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya. (Rahardi. F, 2003)

  1. Perubahan karena oksidasi
              Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging kea rah cokelat kusam. Berikut ini ialah proses pembusukan ikan ;

2.3    Proses Pengeringan Mencegah kerusakan pada ikan
              Seperti pada pengolahan komoditi lainnya yang menggunakan panas, pengeringan juga menyebabkan perubahan sifat sifat pada ikan yang dikeringkan, perubahan yang terjadi antara lain :
  1. Perubahan suhu badan
              Bila suhu pengeringan rendah perubahan suhu bahan kecil sehingga di abaikan, tetapi bila digunakan suhu tinggi perubahan suhu yang terjadi cukup untuk mengubah sifat sifat bahan yang dikeringkan seperi pematangan, warna, denaturasi protein, dan lain lain.

  1. Pengkerutan
              Ikan dengan kandungan air yang tinggi akan mengkerut bila dikeringkan pada tekanan atmosfir karena keluarnya air dari dalam jaringan, oleh karena itu bila pengkerutan tidak diinginkan pengeringan dilakukan pada tekanan rendah misalnya Feeze Drying.

  1. Kerusakan Gizi
              Kerusakan gizi akibat pemanasan dan kerusakan yang disebabkan oleh reaksi yang terjadi selama proses pengeringan.

              Pada tekanan atmosfir pengeringan ikan dapat dilakukan dalam bentuk tumpukan atau aliran bahan. Berdasarkan pindah panas yang terjadi selama proses pengeringan ikan dapat dikategorikan pindah panas konveksi, konduksi, atau pemanasan dielektrik. Jenis jenis pengeringan ikan  mekanis yang diterapkan dalam industri perikanan antara lain :
  1. Pengeringan ikan pada tekanan atmosfir yang cocok digunakan pada berbagai jenis ikan.
  2. Pengeringan ikan dengan cara dikeringkan dalam terowongan atau diatas ban berjalan dimana aliran bahan dan udara panas dapat searah atau berlawanan arah. Cocok untuk produksi ikan dengan skala besar.
  3. Pengeringan ikan dengan cara Prinsip Osmosis  misalnya bahan direndam dalam larutan garam kemudian dikeringkan atau dilakkan prose penjemuran.
  4. Pengeringan dengan cara dimasukkan kedalam ruangan yang bertekanan tinggi sehingga kadar air bahan dapat menghilang karena panas yang tinggi.

              Pemilihan alat pengering tergantung pada bahan yang dikeringkan bentuk akhir produk yang diinginkan, pertimbangan ekonomi, dan frekuensi pemakaian. Sedangkan penggunaan alat pengering dikatakan berhasil bila produknya mempunyai rasa, bau, dan penampilan yang baik, mutu tidak berkurang jauh, harga bersaing dengan cara pengawetan lainnya.
              Pengeringan mencakup pemanasan secara simultan dan pengurangan kandungan air dari bahan. Fenomena penting yang terjadi selama proses pengeringan adalah pindah panas dan pindah massa, dan banyak factor yang turut mempengaruhi laju keduanya dalam pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara memanaskan udara disekitar bahan atau dengan memanaskan permukaan bahan langsung.
              Metode pengeringan dengan udara panas merupakan cirri khas dari Pengeringan Kapasitas udara untuk mengambil air dari bahan dan membuangnya ke luar tergantung pada suhu dan kelembabannya (uap air yang sudah berada didalamnya). Kandungan uap air dalam udara diekspresikan dengan kelembaban absolute yaitu berat uap air per unit udara kering (kg/kg) atau dalam kelembaban relative (RH) yaitu rasio tekanan parsial uap air dalam udara dengan suhu tertentu dan tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama, dikalikan dengan 100 %. Suhu yang biasa diukur menggunakan thermometer gelas yang berisi air raksa atau alcohol, dikenal dengan bola kering atau disebut dengan suhu udara.


2.4    Mekanisme Pengeringan Ikan
              Tujuan pengeringan ikan ialah untuk menguragai kadar air yang ada didalam daging ikan sampai kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim yang meyebabkan pembusukan terhenti. Akibatnya ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan makanan. Pengeringan ikna ini umumnya disertai dengan pengaraman sehingga ikan kering itu terasa asin. Maksud penggaraman sebelum ikan dikeringkan yaitu untuk menyerap kadar air dari permukaan ikan dan mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan serta dapat menghambat aktivitas mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung. Batas   kadar  air  yang  diperlukan  dalam tubuh ikan kira kira
20 – 35 % agar perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti.
              Ketika udara panas dihembuskan pada bahan pangan Khususnya disini ialah ikan yang basah panas dipindahkan dari udara ke permukaan bahan dan panas laten penguapan menyebabkan air yang ada pada permukaan bahan pangan tadi menguap. Uap air berdifusi melalui lapisan tipis udara di sekeliling  permukaan bahan dan terbawa bersama hembusan udara yang mengenai bahan. Penguapan air pada permukaan menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan uap air di permukaan  dan didalam bahan, demikian juga antara permukaan bahan dan udara sekeliling bahan. Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan. Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan pangan yang dikeringkan ke permukaan, selanjutnya diuapkan ke udara. Pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan melalui mekanisme sebagai berikut :
  1. Pergerakan Cairan terjadi dalam saluran kapiler.
  2. cairan berdifusi karena perbedaan konsentrasi bahan bahan terlarut pada bagian bagian yang berbeda dari bahan pangan.
  3. Cairan juga berdifusi karena penyerapan oleh bagian padat dari bahan pangan yang terdapat pada permukaan.
  4. Air dalam bentuk uap juga berdifusi dalam ruang ruang udara di dalam bahan pangan akibat perbedaan tekanan uap air.

              Sebagai sampel dapat kita ambil contoh pengeringan ikan Asin/Teri dengan metode yang masih sedehana dengan cara menjemur dan memanfaatkan panas matahari serta  berikut Metode Pengeringan ikan Teri secara skematis :


              Mungkin kita masih bertanya mengapa proses penggaraman masih dilakukan pada mekanisme pengeringan, fungsi garam dalam pengawetan/ pengeringan ikan ialah untuk meyerap air dari dalam daging ikna sehingga aktivitas bakteri aklan terhambat. Selain itu larutan garam juga menyebabkan proses osmose pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya bakteri/ mikroorganisme. Umumnya semua jenis ikan dapat diawetkan dengan cara ini. Disamping proses penggaraman, ada proses lainnya yang juga jika dilakukan pada proses pengeringan ikan akan memberikan dampak yang bagus unatu hasil pengeringan, proses tersebut adalah proses pengasapan.
              Tujuan pengasapan dalam pengeringan ikan ialah untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa keasp asapan yang khusus pada ikan. Panas dari asap yang tinggi bisa menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan enzim – enzim perusak dalam daging sehingga proses pembusukan dapat dicegah.
              Selama proses pengeringan ikan berlangsung ada waktu penyesuaian di mana panas digunakan untuk meningkatkan suhu permukaan bahan, sama seperti untuk memanaskan thermometer bola basah. Setelah terjadi proses pengeringan yang berarti terjadi penguapan sehingga air dalam bahan bergerak ke permukaan untuk menghentikan air yang telah menguap, dengan laju yang sama, sehingga permukaan ikan yang dikeringkan selalu basah. Periode ini disebut periode laju konstan, dan berlanjut hingga kadar air kritis pada ikan yang dikeringkan tercapai. Namun demikian dalam prakteknya permukaan bahan yang berbedadikeringkan dengan laju yang berbeda pula, sehingga secara keseluruhannya laju pengeringan juga menurun sedikit demi sedikit selama perode laju pengeringan konstan. Jadi titik kritis tidak sama pada semua bahan. Selain juga tergantung pada jumlah bahan dan laju pengeringan. Tiga factor pentinh untuk menjaga pengeringan terjadi dengan laju yang konstan :
1.      Suhu bola kering cukup tinggi namun tidak terlalu tinggi.
2.      RH rendah.
3.      Aliran udara cukup tinggi.

              Jadi ketiga factor tersebut diatas sangat mempengaruhi pengeringan ; berikut ini ialah kurva yang mmemperlihatkan laju pengeringan :



              Pengeringan yang normal biasanya mengikuti cara yang diperlihatkan oleh kurva diatas pertama – tama Ikan yang akan dikeringkan kan sudah di beri perlakuan kemudian mengikuti laju peneringan yang pertama yaitu pemanasan dimana penguapan terjadi kemudian mengikuti laju konstan proses penguapan masih berlangsung disini kemudian laju pengeringan masih berlangsung pada proses laju menurun I kadar air yang ada didalam ikan mulai menurun, kemudian proses terakhir ialah laju menurun yang ke II atau terakhir dimana disini kadar air sudah menhilang sekitar 90 persen, dan hasil pengeringan yang cocok ialah 5 hari jika semua proses berjalan secara sempurna.


BAB III
KESIMPULAN

              Tujuan pengeringan ikan ialah untuk menguragai kadar air yang ada didalam daging ikan sampai kegiatan mikroorganisme pembusuk serta enzim yang meyebabkan pembusukan terhenti. Akibatnya ikan dapat disimpan cukup lama sebagai bahan makanan. Pengeringan ikna ini umumnya disertai dengan pengaraman sehingga ikan kering itu terasa asin. Maksud penggaraman sebelum ikan dikeringkan yaitu untuk menyerap kadar air dari permukaan ikan dan mengawetkannya sebelum tercapai tingkat kekeringan serta dapat menghambat aktivitas mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung. Batas   kadar  air  yang  diperlukan  dalam tubuh ikan kira kira
20 – 35 % agar perkembangan mikroorganisme pembusuk bisa terhenti.
              Perbedaan tekanan uap air inilah yang menyebabkan adanya aliran air dari dalam bahan pangan yang dikeringkan ke permukaan, selanjutnya diuapkan ke udara. Pergerakan air dari dalam bahan ke permukaan melalui mekanisme sebagai berikut :
  1. Pergerakan Cairan terjadi dalam saluran kapiler.
  2. cairan berdifusi karena perbedaan konsentrasi bahan bahan terlarut pada bagian bagian yang berbeda dari bahan pangan.
  3. Cairan juga berdifusi karena penyerapan oleh bagian padat dari bahan pangan yang terdapat pada permukaan.
  4. Air dalam bentuk uap juga berdifusi dalam ruang ruang udara di dalam bahan pangan akibat perbedaan tekanan uap air.

              fungsi garam dalam pengawetan/ pengeringan ikan ialah untuk meyerap air dari dalam daging ikna sehingga aktivitas bakteri aklan terhambat. Selain itu larutan garam juga menyebabkan proses osmose pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirnya bakteri/ mikroorganisme
             
              Secara umum tujuan pengeringan ikan ialah :
  1. untuk mengawetkan ikan dengan cara menurunkan kadar iar didalamnya
  2. Untuk mengurangi volume dan berat ikan yang ditangani sehingga biaya penganggkutan dan penyimpanan menurun.
  3. Untuk meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan (pada beberapa jenis produk tertentu pengeringan dikombinasi dengan instanisasi).
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA SELENGKAPNYA..